Jumat, 01 April 2011

Tugas 11 (Inflasi)

Secara sederhana, inflasi diartikan sebagai meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan harga) pada barang lainnya.

Indikator yang sering digunakan untuk mengukur tingkat inflasi adalah Indeks Harga Konsumen (IHK). Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakan harga dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. Sejak Juli 2008, paket barang dan jasa dalam keranjang IHK telah dilakukan atas dasar Survei Biaya Hidup (SBH) Tahun 2007 yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Kemudian, BPS akan memonitor perkembangan harga dari barang dan jasa tersebut secara bulanan di beberapa kota, di pasar tradisional dan modern terhadap beberapa jenis barang/jasa di setiap kota.

Indikator inflasi lainnya berdasarkan international best practice antara lain:
  1. Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB). Harga Perdagangan Besar dari suatu komoditas ialah harga transaksi yang terjadi antara penjual/pedagang besar pertama dengan pembeli/pedagang besar berikutnya dalam jumlah besar pada pasar pertama atas suatu komoditas. [Penjelasan lebih detail mengenai IHPB dapat dilihat pada web site Badan Pusat Statistik www.bps.go.id]
  2. Deflator Produk Domestik Bruto (PDB) menggambarkan pengukuran level harga barang akhir (final goods) dan jasa yang diproduksi di dalam suatu ekonomi (negeri). Deflator PDB dihasilkan dengan membagi PDB atas dasar harga nominal dengan PDB atas dasar harga konstan.

Pengelompokan Inflasi
Inflasi yang diukur dengan IHK di Indonesia dikelompokan ke dalam 7 kelompok pengeluaran (berdasarkan the Classification of individual consumption by purpose - COICOP), yaitu :
  • Kelompok Bahan Makanan
  • Kelompok Makanan Jadi, Minuman, dan Tembakau
  • Kelompok Perumahan
  • Kelompok Sandang
  • Kelompok Kesehatan
  • Kelompok Pendidikan dan Olah Raga
  • Kelompok Transportasi dan Komunikasi.
Pengendlian Inflasi
Kebijakan moneter Bank Indonesia ditujukan untuk mengelola tekanan harga yang berasal dari sisi permintaan aggregat (demand management) relatif terhadap kondisi sisi penawaran. Kebijakan moneter tidak ditujukan untuk merespon kenaikan inflasi yang disebabkan oleh faktor yang bersifat kejutan yang bersifat sementara (temporer) yang akan hilang dengan sendirinya seiring dengan berjalannya waktu.

Sementara inflasi juga dapat dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari sisi penawaran ataupun yang bersifat kejutan (shocks) seperti kenaikan harga minyak dunia dan adanya gangguan panen atau banjir Dari bobot dalam keranjang IHK, bobot inflasi yang dipengaruhi oleh faktor kejutan diwakili oleh kelompok volatile food dan administered prices yang mencakup kurang lebih 40% dari bobot IHK.

Dengan demikian, kemampuan Bank Indonesia untuk mengendalikan inflasi sangat terbatas apabila terdapat kejutan (shocks) yang sangat besar seperti ketika terjadi kenaikan harga BBM di tahun 2005 dan 2008 sehingga menyebabkan adanya lonjakan inflasi.

Dengan pertimbangan bahwa laju inflasi juga dipengaruhi oleh faktor yang bersifat kejutan tersebut maka pencapaian sasaran inflasi memerlukan kerjasama dan koordinasi antara pemerintah dan BI melalui kebijakan makroekonomi yang terintegrasi baik dari kebijakan fiskal, moneter maupun sektoral. Lebih jauh, karakteristik inflasi Indonesia yang cukup rentan terhadap kejutan-kejutan (shocks) dari sisi penawaran memerlukan kebijakan-kebijakan khusus untuk permasalahan tersebut.

Dalam tataran teknis, koordinasi antara pemerintah dan BI telah diwujudkan dengan membentuk Tim Koordinasi Penetapan Sasaran, Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) di tingkat pusat sejak tahun 2005. Anggota TPI, terdiri dari Bank Indonesia dan departmen teknis terkait di Pemerintah seperti Departemen Keuangan, Kantor Menko Bidang Perekonomian, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Departemen Perdagangan, Departemen Pertanian, Departemen Perhubungan, dan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Menyadari pentingnya koordinasi tersebut, sejak tahun 2008 pembentukan TPI diperluas hingga ke level daerah. Ke depan, koordinasi antara Pemerintah dan BI diharapkan akan semakin efektif dengan dukungan forum TPI baik pusat maupun daerah sehingga dapat terwujud inflasi yang rendah dan stabil, yang bermuara pada pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan dan berkelanjutan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jumat, 01 April 2011

Tugas 11 (Inflasi)

Secara sederhana, inflasi diartikan sebagai meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan harga) pada barang lainnya.

Indikator yang sering digunakan untuk mengukur tingkat inflasi adalah Indeks Harga Konsumen (IHK). Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakan harga dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. Sejak Juli 2008, paket barang dan jasa dalam keranjang IHK telah dilakukan atas dasar Survei Biaya Hidup (SBH) Tahun 2007 yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Kemudian, BPS akan memonitor perkembangan harga dari barang dan jasa tersebut secara bulanan di beberapa kota, di pasar tradisional dan modern terhadap beberapa jenis barang/jasa di setiap kota.

Indikator inflasi lainnya berdasarkan international best practice antara lain:
  1. Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB). Harga Perdagangan Besar dari suatu komoditas ialah harga transaksi yang terjadi antara penjual/pedagang besar pertama dengan pembeli/pedagang besar berikutnya dalam jumlah besar pada pasar pertama atas suatu komoditas. [Penjelasan lebih detail mengenai IHPB dapat dilihat pada web site Badan Pusat Statistik www.bps.go.id]
  2. Deflator Produk Domestik Bruto (PDB) menggambarkan pengukuran level harga barang akhir (final goods) dan jasa yang diproduksi di dalam suatu ekonomi (negeri). Deflator PDB dihasilkan dengan membagi PDB atas dasar harga nominal dengan PDB atas dasar harga konstan.

Pengelompokan Inflasi
Inflasi yang diukur dengan IHK di Indonesia dikelompokan ke dalam 7 kelompok pengeluaran (berdasarkan the Classification of individual consumption by purpose - COICOP), yaitu :
  • Kelompok Bahan Makanan
  • Kelompok Makanan Jadi, Minuman, dan Tembakau
  • Kelompok Perumahan
  • Kelompok Sandang
  • Kelompok Kesehatan
  • Kelompok Pendidikan dan Olah Raga
  • Kelompok Transportasi dan Komunikasi.
Pengendlian Inflasi
Kebijakan moneter Bank Indonesia ditujukan untuk mengelola tekanan harga yang berasal dari sisi permintaan aggregat (demand management) relatif terhadap kondisi sisi penawaran. Kebijakan moneter tidak ditujukan untuk merespon kenaikan inflasi yang disebabkan oleh faktor yang bersifat kejutan yang bersifat sementara (temporer) yang akan hilang dengan sendirinya seiring dengan berjalannya waktu.

Sementara inflasi juga dapat dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari sisi penawaran ataupun yang bersifat kejutan (shocks) seperti kenaikan harga minyak dunia dan adanya gangguan panen atau banjir Dari bobot dalam keranjang IHK, bobot inflasi yang dipengaruhi oleh faktor kejutan diwakili oleh kelompok volatile food dan administered prices yang mencakup kurang lebih 40% dari bobot IHK.

Dengan demikian, kemampuan Bank Indonesia untuk mengendalikan inflasi sangat terbatas apabila terdapat kejutan (shocks) yang sangat besar seperti ketika terjadi kenaikan harga BBM di tahun 2005 dan 2008 sehingga menyebabkan adanya lonjakan inflasi.

Dengan pertimbangan bahwa laju inflasi juga dipengaruhi oleh faktor yang bersifat kejutan tersebut maka pencapaian sasaran inflasi memerlukan kerjasama dan koordinasi antara pemerintah dan BI melalui kebijakan makroekonomi yang terintegrasi baik dari kebijakan fiskal, moneter maupun sektoral. Lebih jauh, karakteristik inflasi Indonesia yang cukup rentan terhadap kejutan-kejutan (shocks) dari sisi penawaran memerlukan kebijakan-kebijakan khusus untuk permasalahan tersebut.

Dalam tataran teknis, koordinasi antara pemerintah dan BI telah diwujudkan dengan membentuk Tim Koordinasi Penetapan Sasaran, Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) di tingkat pusat sejak tahun 2005. Anggota TPI, terdiri dari Bank Indonesia dan departmen teknis terkait di Pemerintah seperti Departemen Keuangan, Kantor Menko Bidang Perekonomian, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Departemen Perdagangan, Departemen Pertanian, Departemen Perhubungan, dan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Menyadari pentingnya koordinasi tersebut, sejak tahun 2008 pembentukan TPI diperluas hingga ke level daerah. Ke depan, koordinasi antara Pemerintah dan BI diharapkan akan semakin efektif dengan dukungan forum TPI baik pusat maupun daerah sehingga dapat terwujud inflasi yang rendah dan stabil, yang bermuara pada pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan dan berkelanjutan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar