Jumat, 13 April 2012

Pembiayaan Perbankan Syariah Sebagai Penunjang Pertumbuhan dan Pembangunan Negara

Perbankan syariah merupakan perbankan yang pelaksanaannya berdasarkan hukum Islam. Pembentukan perbankan ini berawal dari adanya larangan untuk meminjamkan dengan mengenakan bunga pinjaman dalam agama Islam.  Perbankan syariah memiliki tujuan yang sama seperti perbankan konvensional, yaitu agar lembaga perbankan dapat menghasilkan keuntungan dengan cara meminjamkan modal, menyimpan dana, membiayai kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai.
Keuntungan bank syariah tergantung pada sektor riil. Bank syariah memakai prinsip bagi hasil, jual-beli, dan sewa, bukan memakai suku bunga seperti bank konvensional. Loyalitas bank syariah lebih tinggi daripada bank konvensional. Hubungan bank syariah dengan nasabahnya dalam bentuk kemitraan.

Perbankan syariah memiliki beragam produk seperti perbankan konvensional lainnya, tetapi dengan sistem yang berbeda dengan perbankan konvensional. Dengan adanya beragam produk serta layanan jasa perbankan yang beragam, perbankan syariah menjai alternatif sistem perbankan yang kredibel dan dapat dinikmati oleh seluruh golongan masyarakat. Semakin meluasnya penggunaan produk syariah, akan mengurangi transaksi-transaksi yang bersifat spekulatif, sehingga mendukung stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan.

Menurut Statistik Perbankan Syariah bulan Januari 2012 yang diterbitkan oleh Direktorat Perbankan Syariah – Bank Indonesia, terdapat 11 unit Bank Umum Syariah dengan jumlah kantor sebanyak 1.435 unit, 24 Unit Usaha Syariah dengan jumlah kantor sebanyak 378 unit, dan 155 unit Bank Pembiayaan Rakyat Syariah dengan jumlah kantor sebanyak 389 unit. Total kantor yang ada di bulan Januari 2012 adalah sebanyak 2.202 kantor. Untuk jumlah pekerja yang bekerja di perbankan syariah selama bulan Januari 2012 diantaranya sebanyak 21.839 pekerja di Bank Umum Syariah, 2.085 pekerja di Unit Usaha Syariah, dan 3.963 pekerja di Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.

Menurut Statistik Perbankan Syariah bulan Januari 2012, terdapat Pembiayaan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah berdasarkan Golongan Pembiayaan. Sebanyak Rp72.524 Miliar digunakan untuk Usaha Kecil dan Menengah, dan sebanyak Rp29.165 Miliar digunakan untuk selain Usaha Kecil dan Menengah. Total pembiayaan pada bulan Januari 2012 adalah sebanyak Rp101.689 Miliar, yang mengalami penurunan dari bulan Desember 2011. Dari data ini, sebanyak 71,32% dana dari pembiayaan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah digunakan untuk pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah.

Data pembiayaan dari Bank Pembiayaan Rakyat Syariah yang berdasarkan golongan pembiayaan adalah sebanyak Rp1.591.027 juta digunakan untuk pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah, dan sebanyak Rp1.135.910 juta digunakan untuk selain Usaha Kecil dan Menengah. Total pembiayaan dari Bank Pembiayaan Rakyat Syariah selama bulan Januari 2012 adalah sebesar Rp2.726.937 juta, yang mengalami peningkatan dari bulan Desember 2011. Dari data ini diketahui sebanyak 58,34% dana Bank Pembiayaan Rakyat Syariah digunakan untuk Usaha Kecil dan Menengah. Hal ini berarti bahwa sebagian besar dana berdasarkan pembiayaan digunakan untuk Usaha Kecil dan Menengah. Usaha Kecil dan Menengah merupakan salah satu indikator penilaian pertumbuhan dan pembangunan suatu negara. Banyaknya masyarakat yang melaksanakan usahanya di bidang Usaha Kecil dan Menengah, maka pendapatan perkapita dapat meningkat sehingga berpengaruh pada pendapatan nasional yang juga akan meningkat. Dengan begitu, kesejahteraan masyarakat ikut meningkat dan tersebar merata.  Jadi, pembiayaan untuk Usaha Kecil dan Menengah berpengaruh pada pendapatan nasional dan diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan dan pembangunan suatu Negara.

Minggu, 01 April 2012

Perbankan Syariah dan Produknya

                Perbankan Syariah adalah suatu sistem  perbankan yang pelaksanaannya berdasarkan hokum Islam. Pembentukan sistem ini berdasarkan adanya larangan dalam agama Islam untuk meminjamkan atau memungut pinjaman dengan mengenakan bunga pinjaman, dan larangan untuk berinvestasi pada usaha-usaha yang haram. Sistem perbankan konvensional tidak dapat menjamin absennya hal-hal tersebut dalam investasinya, misalnya dalam usaha yang berkaitan dengan produksi makanan atau minuman haram, usaha media atau hiburan yang tidak Islami, dan lain-lain. Meskipun prinsip-prinsip tersebut mungkin saja telah diterapkan dalam sejarah perekonomian Islam, namun baru pada akhir abad ke-20 mulai berdiri bank-bank Islam yang menerapkannya bagi lembaga-lembaga komersial swasta atau semi-swasta dalam komunitas muslim di dunia.
Perbankan syariah memiliki tujuan yang sama seperti perbankan konvensional, yaitu agar lembaga perbankan dapat menghasilkan keuntungan dengan cara meminjamkan modal, menyimpan dana, membiayai kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai. Prinsip hukum Islam melarang unsur-unsur di bawah ini dalam transaksi-transaksi perbankan tersebut:
1.       Perniagaan atas barang-barang yang haram
2.       Bunga
3.       Perjudian dan spekulasi yang disengaja
4.       Ketidakjelasan dan manipulatif
Keuntungan bank syariah tergantung pada sektor riil. Bank syariah memakai prinsip bagi hasil, jual-beli, dan sewa, bukan memakai suku bunga seperti bank konvensional. Loyalitas bank syariah lebih tinggi daripada bank konvensional. Hubungan bank syariah dengan nasabahnya dalam bentuk kemitraan.
Beberapa produk jasa yang disediakan oleh bank berbasis syariah antara lain:
1.       Titipan atau Simpanan
·         Al-Wadi'ah (jasa penitipan), adalah jasa penitipan dana dimana penitip dapat mengambil dana tersebut sewaktu-waktu. Dengan sistem wadiah Bank tidak berkewajiban, namun diperbolehkan, untuk memberikan bonus kepada nasabah. Bank Muamalat Indonesia-Shahibul Maal.
·         Deposito Mudhorobah, nasabah menyimpan dana di Bank dalam kurun waktu yang tertentu. Keuntungan dari investasi terhadap dana nasabah yang dilakukan bank akan dibagikan antara bank dan nasabah dengan nisbah bagi hasil tertentu.
2.       Bagi Hasil
·         Al-Musyarakah (Joint Venture), konsep ini diterapkan pada model partnership atau joint venture. Keuntungan yang diraih akan dibagi dalam rasio yang disepakati sementara kerugian akan dibagi berdasarkan rasio ekuitas yang dimiliki masing-masing pihak. Perbedaan mendasar dengan mudharabah ialah dalam konsep ini ada campur tangan pengelolaan manajemennya sedangkan mudharabah tidak ada campur tangan
·         Al-Mudharabah, adalah perjanjian antara penyedia modal dengan pengusaha. Setiap keuntungan yang diraih akan dibagi menurut rasio tertentu yang disepakati. Resiko kerugian ditanggung penuh oleh pihak Bank kecuali kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan pengelolaan, kelalaian dan penyimpangan pihak nasabah seperti penyelewengan, kecurangan dan penyalahgunaan.
·         Al-Muzara'ah, adalah bank memberikan pembiayaan bagi nasabah yang bergerak dalam bidang pertanian/perkebunan atas dasar bagi hasil dari hasil panen.
·         Al-Musaqah, adalah bentuk lebih yang sederhana dari muzara'ah, di mana nasabah hanya bertanggung-jawab atas penyiramaan dan pemeliharaan, dan sebagai imbalannya nasabah berhak atas nisbah tertentu dari hasil panen.
3.       Jual-Beli
·         Bai' Al-Murabahah, adalah penyaluran dana dalam bentuk jual beli. Bank akan membelikan barang yang dibutuhkan pengguna jasa kemudian menjualnya kembali ke pengguna jasa dengan harga yang dinaikkan sesuai margin keuntungan yang ditetapkan bank, dan pengguna jasa dapat mengangsur barang tersebut. Besarnya angsuran flat sesuai akad diawal dan besarnya angsuran=harga pokok ditambah margin yang disepakati. Contoh: harga rumah 500 juta, margin bank/keuntungan bank 100 jt, maka yang dibayar nasabah peminjam ialah 600 juta dan diangsur selama waktu yang disepakati diawal antara Bank dan Nasabah.
·         Bai' As-Salam, Bank akan membelikan barang yang dibutuhkan di kemudian hari, sedangkan pembayaran dilakukan di muka. Barang yang dibeli harus diukur dan ditimbang secara jelas dan spesifik, dan penetapan harga beli berdasarkan keridhaan yang utuh antara kedua belah pihak. Contoh: Pembiayaan bagi petani dalam jangka waktu yang pendek (2-6 bulan). Karena barang yang dibeli (misalnya padi, jagung, cabai) tidak dimaksudkan sebagai inventori, maka bank melakukan akad bai' as-salam kepada pembeli kedua (misalnya Bulog, pedagang pasar induk, grosir). Contoh lain misalnya pada produk garmen, yaitu antara penjual, bank, dan rekanan yang direkomendasikan penjual.
·         Bai' Al-Istishna', merupakan bentuk As-Salam khusus di mana harga barang bisa dibayar saat kontrak, dibayar secara angsuran, atau dibayar di kemudian hari. Bank mengikat masing-masing kepada pembeli dan penjual secara terpisah, tidak seperti As-Salam di mana semua pihak diikat secara bersama sejak semula. Dengan demikian, bank sebagai pihak yang mengadakan barang bertanggung-jawab kepada nasabah atas kesalahan pelaksanaan pekerjaan dan jaminan yang timbul dari transaksi tersebut.

Tujuan Tunggal dan Tugas Utama Bank Indonesia

                Bank Indonesia adalah bank sentral Republik Indonesia. Sebagai bank sentral, BI memiliki satu tujuan tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai rupiah terhadap barang dan jasa (stabil internal), dan kestabilan nilai rupiah terhadap mata uang asing (stabil eksternal). Aspek pertama tercermin pada perkembangan laju inflasi, sementara aspek kedua tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing.
                Untuk mencapai tujuan tunggal tersebut, Bank Indonesia didukung oleh tiga pilar yang merupakan tiga bidang tugasnya. Bidang tugas ini perlu diintegrasi agar tujuan mencapai dan memelihara kestabilan rupiah dapat dicapai secara efektif dan efisien. Ketiga bidang tugas ini adalah: 

1.       Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter
Bank Indonesia menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Arah kebijakan didasarkan pada sasaran laju inflasi yang ingin dicapai dengan memperhatikan berbagai sasaran ekonomi makro lainnya, baik dalam jangka pendek, menengah, maupun panjang.
Implementasi kebijakan moneter dilakukan dengan menetapkan suku bunga (BI Rate). Perkembangan indikator tersebut dikendalikan melalui piranti moneter tidak langsung, yaitu menggunakan operasi pasar terbuka, penentuan tingkat diskonto, dan penetapan cadangan wajib minimum bagi perbankan.
  
2.       Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran
Di bidang sistem pembayaran Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang rupiah serta mencabut, menarik dan memusnahkan uang dari peredaran. Bank Indonesia memiliki tanggung jawab agar masyarakat luas dapat memperoleh jasa sistem pembayaran yang efisien, cepat, tepat dan aman. Fungsi pengawasan sistem pembayaran ini selain berwenang untuk memberikan izin operasional terhadap pihak yang menyelenggarakan kegiatan di bidang sistem pembayaran juga berwenang untuk melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan sistem pembayaran baik yang dilakukan oleh Bank Indonesia maupun pihak lain di luar Bank Indonesia.
  
3.       Mengatur dan mengawasi perbankan di Indonesia
Bank Indonesia menetapkan peraturan, memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan atau kegiatan usaha tertentu dari bank, melaksanakan pengawasan atas bank, dan mengenakan sanksi terhadap bank sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Bank Indonesia melakukan pengawasan langsung maupun tidak langsung. Pengawasan langsung dilakukan baik dalam bentuk pemeriksaan secara berkala maupun sewaktu-waktu bila diperlukan. Pengawasan tidak langsung dilakukan melalui penelitian, analisis dan evaluasi terhadap laporan yang disampaikan oleh bank.

Sumber Dana Bank dan Penyaluran Dana Bank


                Bank merupakan lembaga yang menjadi perantara keuangan antara “tangan kanan” dan “tangan kiri”. “Tangan kanan” merupakan sumber dana bank yang berasal dari masyarakat yang kelebihan dana atau surplus unit, sedangkan “tangan kiri” adalah masyarakat yang kekurangan dana atau defisit unit, yaitu masyarakat yang memerlukan pembiayaan dari bank. Bank sebagai perantara menyalurkan dana yang berasal dari simpanan berbentuk giro, deposito, dan tabungan dari masyarakat yang kelebihan dana kepada masyarakat yang kekurangan dana dalam bentuk kredit, surat berharga, penempatan dana antar bank, tagihan akseptasi, penyertaan modal, dan transaksi rekening administratif. Keenam penyediaan bank tersebut disebut Aktiva Produktif. Bank memberikan bunga tabungan kepada nasabahnya yang menyimpan dananya di bank. Sebagai perantara keuangan, bank juga mendapatkan laba dari nasabah yang meminjam uang di bank dalam bentuk bunga kredit.
Bank mempunyai tiga jenis laporan generic, yaitu:
  1. Neraca
  2. Rugi-Laba
  3. Transaksi Rekening Administratif (TRA) --> catatan sementara. TRA ini digunakan pada keadaan tertentu saja yang selanjutnya akan dipindahkan ke neraca atau laporan rugi-laba. TRA terdiri dari:
o   Off-balance sheet (diluar neraca)
o   Contingency
o   Temporary

Contoh 1: TRA --> Neraca
                Pak Eko meminjam uang sebesar Rp100 juta ke bank dengan agunan sertifikat rumah. Rumah itu masih milik Pak Eko . Ternyata Pak Eko macet membayar cicilannya, rumahnya disita oleh bank dan menjadi milik bank. Dalam keadaan ini, bank awalnya mencatatnya di TRA dan selanjutnya dipindahkan ke neraca, dicatat dengan akun Bangunan sebesar Rp100 juta.

Contoh 2: TRA --> Rugi-Laba
                Sinta adalah eksportir singkong, dan Santi adalah pembuat combro di Malaysia. Mereka saling bekerja sama, Sinta mengekspor singkong ke Santi sebagai bahan baku pembuatan combro. Pastinya Sinta tidak mau mengirimkan singkongnya ke Santi sebelum Santi membayar singkongnya, begitupun Santi, Santi juga tidak mau membayar sebelum Sinta mengirimkan singkongnya. Akhirnya Santi membuat Letter of Credit (L/C) di bank di Malaysia. Bank tersebut sebagai “mak comblang” atau perantara. Jika Santi tidak bisa membayar, maka bank tersebut yang bertanggung jawab. Jika Santi sanggup membayar, maka bank tersebut mendapatkan fee. Bank yang sebelumnya mencatat di TRA, setelah mendapatkan fee dipindahkan ke Laporan Rugi-Laba dicatat dengan akun Laba dari L/C.

Jumat, 13 April 2012

Pembiayaan Perbankan Syariah Sebagai Penunjang Pertumbuhan dan Pembangunan Negara

Perbankan syariah merupakan perbankan yang pelaksanaannya berdasarkan hukum Islam. Pembentukan perbankan ini berawal dari adanya larangan untuk meminjamkan dengan mengenakan bunga pinjaman dalam agama Islam.  Perbankan syariah memiliki tujuan yang sama seperti perbankan konvensional, yaitu agar lembaga perbankan dapat menghasilkan keuntungan dengan cara meminjamkan modal, menyimpan dana, membiayai kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai.
Keuntungan bank syariah tergantung pada sektor riil. Bank syariah memakai prinsip bagi hasil, jual-beli, dan sewa, bukan memakai suku bunga seperti bank konvensional. Loyalitas bank syariah lebih tinggi daripada bank konvensional. Hubungan bank syariah dengan nasabahnya dalam bentuk kemitraan.

Perbankan syariah memiliki beragam produk seperti perbankan konvensional lainnya, tetapi dengan sistem yang berbeda dengan perbankan konvensional. Dengan adanya beragam produk serta layanan jasa perbankan yang beragam, perbankan syariah menjai alternatif sistem perbankan yang kredibel dan dapat dinikmati oleh seluruh golongan masyarakat. Semakin meluasnya penggunaan produk syariah, akan mengurangi transaksi-transaksi yang bersifat spekulatif, sehingga mendukung stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan.

Menurut Statistik Perbankan Syariah bulan Januari 2012 yang diterbitkan oleh Direktorat Perbankan Syariah – Bank Indonesia, terdapat 11 unit Bank Umum Syariah dengan jumlah kantor sebanyak 1.435 unit, 24 Unit Usaha Syariah dengan jumlah kantor sebanyak 378 unit, dan 155 unit Bank Pembiayaan Rakyat Syariah dengan jumlah kantor sebanyak 389 unit. Total kantor yang ada di bulan Januari 2012 adalah sebanyak 2.202 kantor. Untuk jumlah pekerja yang bekerja di perbankan syariah selama bulan Januari 2012 diantaranya sebanyak 21.839 pekerja di Bank Umum Syariah, 2.085 pekerja di Unit Usaha Syariah, dan 3.963 pekerja di Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.

Menurut Statistik Perbankan Syariah bulan Januari 2012, terdapat Pembiayaan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah berdasarkan Golongan Pembiayaan. Sebanyak Rp72.524 Miliar digunakan untuk Usaha Kecil dan Menengah, dan sebanyak Rp29.165 Miliar digunakan untuk selain Usaha Kecil dan Menengah. Total pembiayaan pada bulan Januari 2012 adalah sebanyak Rp101.689 Miliar, yang mengalami penurunan dari bulan Desember 2011. Dari data ini, sebanyak 71,32% dana dari pembiayaan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah digunakan untuk pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah.

Data pembiayaan dari Bank Pembiayaan Rakyat Syariah yang berdasarkan golongan pembiayaan adalah sebanyak Rp1.591.027 juta digunakan untuk pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah, dan sebanyak Rp1.135.910 juta digunakan untuk selain Usaha Kecil dan Menengah. Total pembiayaan dari Bank Pembiayaan Rakyat Syariah selama bulan Januari 2012 adalah sebesar Rp2.726.937 juta, yang mengalami peningkatan dari bulan Desember 2011. Dari data ini diketahui sebanyak 58,34% dana Bank Pembiayaan Rakyat Syariah digunakan untuk Usaha Kecil dan Menengah. Hal ini berarti bahwa sebagian besar dana berdasarkan pembiayaan digunakan untuk Usaha Kecil dan Menengah. Usaha Kecil dan Menengah merupakan salah satu indikator penilaian pertumbuhan dan pembangunan suatu negara. Banyaknya masyarakat yang melaksanakan usahanya di bidang Usaha Kecil dan Menengah, maka pendapatan perkapita dapat meningkat sehingga berpengaruh pada pendapatan nasional yang juga akan meningkat. Dengan begitu, kesejahteraan masyarakat ikut meningkat dan tersebar merata.  Jadi, pembiayaan untuk Usaha Kecil dan Menengah berpengaruh pada pendapatan nasional dan diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan dan pembangunan suatu Negara.

Minggu, 01 April 2012

Perbankan Syariah dan Produknya

                Perbankan Syariah adalah suatu sistem  perbankan yang pelaksanaannya berdasarkan hokum Islam. Pembentukan sistem ini berdasarkan adanya larangan dalam agama Islam untuk meminjamkan atau memungut pinjaman dengan mengenakan bunga pinjaman, dan larangan untuk berinvestasi pada usaha-usaha yang haram. Sistem perbankan konvensional tidak dapat menjamin absennya hal-hal tersebut dalam investasinya, misalnya dalam usaha yang berkaitan dengan produksi makanan atau minuman haram, usaha media atau hiburan yang tidak Islami, dan lain-lain. Meskipun prinsip-prinsip tersebut mungkin saja telah diterapkan dalam sejarah perekonomian Islam, namun baru pada akhir abad ke-20 mulai berdiri bank-bank Islam yang menerapkannya bagi lembaga-lembaga komersial swasta atau semi-swasta dalam komunitas muslim di dunia.
Perbankan syariah memiliki tujuan yang sama seperti perbankan konvensional, yaitu agar lembaga perbankan dapat menghasilkan keuntungan dengan cara meminjamkan modal, menyimpan dana, membiayai kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai. Prinsip hukum Islam melarang unsur-unsur di bawah ini dalam transaksi-transaksi perbankan tersebut:
1.       Perniagaan atas barang-barang yang haram
2.       Bunga
3.       Perjudian dan spekulasi yang disengaja
4.       Ketidakjelasan dan manipulatif
Keuntungan bank syariah tergantung pada sektor riil. Bank syariah memakai prinsip bagi hasil, jual-beli, dan sewa, bukan memakai suku bunga seperti bank konvensional. Loyalitas bank syariah lebih tinggi daripada bank konvensional. Hubungan bank syariah dengan nasabahnya dalam bentuk kemitraan.
Beberapa produk jasa yang disediakan oleh bank berbasis syariah antara lain:
1.       Titipan atau Simpanan
·         Al-Wadi'ah (jasa penitipan), adalah jasa penitipan dana dimana penitip dapat mengambil dana tersebut sewaktu-waktu. Dengan sistem wadiah Bank tidak berkewajiban, namun diperbolehkan, untuk memberikan bonus kepada nasabah. Bank Muamalat Indonesia-Shahibul Maal.
·         Deposito Mudhorobah, nasabah menyimpan dana di Bank dalam kurun waktu yang tertentu. Keuntungan dari investasi terhadap dana nasabah yang dilakukan bank akan dibagikan antara bank dan nasabah dengan nisbah bagi hasil tertentu.
2.       Bagi Hasil
·         Al-Musyarakah (Joint Venture), konsep ini diterapkan pada model partnership atau joint venture. Keuntungan yang diraih akan dibagi dalam rasio yang disepakati sementara kerugian akan dibagi berdasarkan rasio ekuitas yang dimiliki masing-masing pihak. Perbedaan mendasar dengan mudharabah ialah dalam konsep ini ada campur tangan pengelolaan manajemennya sedangkan mudharabah tidak ada campur tangan
·         Al-Mudharabah, adalah perjanjian antara penyedia modal dengan pengusaha. Setiap keuntungan yang diraih akan dibagi menurut rasio tertentu yang disepakati. Resiko kerugian ditanggung penuh oleh pihak Bank kecuali kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan pengelolaan, kelalaian dan penyimpangan pihak nasabah seperti penyelewengan, kecurangan dan penyalahgunaan.
·         Al-Muzara'ah, adalah bank memberikan pembiayaan bagi nasabah yang bergerak dalam bidang pertanian/perkebunan atas dasar bagi hasil dari hasil panen.
·         Al-Musaqah, adalah bentuk lebih yang sederhana dari muzara'ah, di mana nasabah hanya bertanggung-jawab atas penyiramaan dan pemeliharaan, dan sebagai imbalannya nasabah berhak atas nisbah tertentu dari hasil panen.
3.       Jual-Beli
·         Bai' Al-Murabahah, adalah penyaluran dana dalam bentuk jual beli. Bank akan membelikan barang yang dibutuhkan pengguna jasa kemudian menjualnya kembali ke pengguna jasa dengan harga yang dinaikkan sesuai margin keuntungan yang ditetapkan bank, dan pengguna jasa dapat mengangsur barang tersebut. Besarnya angsuran flat sesuai akad diawal dan besarnya angsuran=harga pokok ditambah margin yang disepakati. Contoh: harga rumah 500 juta, margin bank/keuntungan bank 100 jt, maka yang dibayar nasabah peminjam ialah 600 juta dan diangsur selama waktu yang disepakati diawal antara Bank dan Nasabah.
·         Bai' As-Salam, Bank akan membelikan barang yang dibutuhkan di kemudian hari, sedangkan pembayaran dilakukan di muka. Barang yang dibeli harus diukur dan ditimbang secara jelas dan spesifik, dan penetapan harga beli berdasarkan keridhaan yang utuh antara kedua belah pihak. Contoh: Pembiayaan bagi petani dalam jangka waktu yang pendek (2-6 bulan). Karena barang yang dibeli (misalnya padi, jagung, cabai) tidak dimaksudkan sebagai inventori, maka bank melakukan akad bai' as-salam kepada pembeli kedua (misalnya Bulog, pedagang pasar induk, grosir). Contoh lain misalnya pada produk garmen, yaitu antara penjual, bank, dan rekanan yang direkomendasikan penjual.
·         Bai' Al-Istishna', merupakan bentuk As-Salam khusus di mana harga barang bisa dibayar saat kontrak, dibayar secara angsuran, atau dibayar di kemudian hari. Bank mengikat masing-masing kepada pembeli dan penjual secara terpisah, tidak seperti As-Salam di mana semua pihak diikat secara bersama sejak semula. Dengan demikian, bank sebagai pihak yang mengadakan barang bertanggung-jawab kepada nasabah atas kesalahan pelaksanaan pekerjaan dan jaminan yang timbul dari transaksi tersebut.

Tujuan Tunggal dan Tugas Utama Bank Indonesia

                Bank Indonesia adalah bank sentral Republik Indonesia. Sebagai bank sentral, BI memiliki satu tujuan tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai rupiah terhadap barang dan jasa (stabil internal), dan kestabilan nilai rupiah terhadap mata uang asing (stabil eksternal). Aspek pertama tercermin pada perkembangan laju inflasi, sementara aspek kedua tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing.
                Untuk mencapai tujuan tunggal tersebut, Bank Indonesia didukung oleh tiga pilar yang merupakan tiga bidang tugasnya. Bidang tugas ini perlu diintegrasi agar tujuan mencapai dan memelihara kestabilan rupiah dapat dicapai secara efektif dan efisien. Ketiga bidang tugas ini adalah: 

1.       Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter
Bank Indonesia menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Arah kebijakan didasarkan pada sasaran laju inflasi yang ingin dicapai dengan memperhatikan berbagai sasaran ekonomi makro lainnya, baik dalam jangka pendek, menengah, maupun panjang.
Implementasi kebijakan moneter dilakukan dengan menetapkan suku bunga (BI Rate). Perkembangan indikator tersebut dikendalikan melalui piranti moneter tidak langsung, yaitu menggunakan operasi pasar terbuka, penentuan tingkat diskonto, dan penetapan cadangan wajib minimum bagi perbankan.
  
2.       Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran
Di bidang sistem pembayaran Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang rupiah serta mencabut, menarik dan memusnahkan uang dari peredaran. Bank Indonesia memiliki tanggung jawab agar masyarakat luas dapat memperoleh jasa sistem pembayaran yang efisien, cepat, tepat dan aman. Fungsi pengawasan sistem pembayaran ini selain berwenang untuk memberikan izin operasional terhadap pihak yang menyelenggarakan kegiatan di bidang sistem pembayaran juga berwenang untuk melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan sistem pembayaran baik yang dilakukan oleh Bank Indonesia maupun pihak lain di luar Bank Indonesia.
  
3.       Mengatur dan mengawasi perbankan di Indonesia
Bank Indonesia menetapkan peraturan, memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan atau kegiatan usaha tertentu dari bank, melaksanakan pengawasan atas bank, dan mengenakan sanksi terhadap bank sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Bank Indonesia melakukan pengawasan langsung maupun tidak langsung. Pengawasan langsung dilakukan baik dalam bentuk pemeriksaan secara berkala maupun sewaktu-waktu bila diperlukan. Pengawasan tidak langsung dilakukan melalui penelitian, analisis dan evaluasi terhadap laporan yang disampaikan oleh bank.

Sumber Dana Bank dan Penyaluran Dana Bank


                Bank merupakan lembaga yang menjadi perantara keuangan antara “tangan kanan” dan “tangan kiri”. “Tangan kanan” merupakan sumber dana bank yang berasal dari masyarakat yang kelebihan dana atau surplus unit, sedangkan “tangan kiri” adalah masyarakat yang kekurangan dana atau defisit unit, yaitu masyarakat yang memerlukan pembiayaan dari bank. Bank sebagai perantara menyalurkan dana yang berasal dari simpanan berbentuk giro, deposito, dan tabungan dari masyarakat yang kelebihan dana kepada masyarakat yang kekurangan dana dalam bentuk kredit, surat berharga, penempatan dana antar bank, tagihan akseptasi, penyertaan modal, dan transaksi rekening administratif. Keenam penyediaan bank tersebut disebut Aktiva Produktif. Bank memberikan bunga tabungan kepada nasabahnya yang menyimpan dananya di bank. Sebagai perantara keuangan, bank juga mendapatkan laba dari nasabah yang meminjam uang di bank dalam bentuk bunga kredit.
Bank mempunyai tiga jenis laporan generic, yaitu:
  1. Neraca
  2. Rugi-Laba
  3. Transaksi Rekening Administratif (TRA) --> catatan sementara. TRA ini digunakan pada keadaan tertentu saja yang selanjutnya akan dipindahkan ke neraca atau laporan rugi-laba. TRA terdiri dari:
o   Off-balance sheet (diluar neraca)
o   Contingency
o   Temporary

Contoh 1: TRA --> Neraca
                Pak Eko meminjam uang sebesar Rp100 juta ke bank dengan agunan sertifikat rumah. Rumah itu masih milik Pak Eko . Ternyata Pak Eko macet membayar cicilannya, rumahnya disita oleh bank dan menjadi milik bank. Dalam keadaan ini, bank awalnya mencatatnya di TRA dan selanjutnya dipindahkan ke neraca, dicatat dengan akun Bangunan sebesar Rp100 juta.

Contoh 2: TRA --> Rugi-Laba
                Sinta adalah eksportir singkong, dan Santi adalah pembuat combro di Malaysia. Mereka saling bekerja sama, Sinta mengekspor singkong ke Santi sebagai bahan baku pembuatan combro. Pastinya Sinta tidak mau mengirimkan singkongnya ke Santi sebelum Santi membayar singkongnya, begitupun Santi, Santi juga tidak mau membayar sebelum Sinta mengirimkan singkongnya. Akhirnya Santi membuat Letter of Credit (L/C) di bank di Malaysia. Bank tersebut sebagai “mak comblang” atau perantara. Jika Santi tidak bisa membayar, maka bank tersebut yang bertanggung jawab. Jika Santi sanggup membayar, maka bank tersebut mendapatkan fee. Bank yang sebelumnya mencatat di TRA, setelah mendapatkan fee dipindahkan ke Laporan Rugi-Laba dicatat dengan akun Laba dari L/C.