Sabtu, 18 Februari 2012

Analisis 15 Jurnal

Are Life Insurance Demand Determinants valid for Selected Asian Economies and India?
Permintaan Asuransi Jiwa di India
Oleh: Subir Sen dan Dr.Madhswaran
Saat terjadinya krisis ekonomi, permintaan akan asuransi di Asia bersifat elastis. Hal ini disebabkan karena dengan adanya krisis, maka perekonomian terganggu dan mengurangi pendapatan masyarakat di Asia. Rendahnya pendapatan menyebabkan rendahnya standar hidup masyarakat asia pada kala itu rendah, dengan pendapatan yang rendah mereka hanya mengutamakan untuk konsumsi sehingga perubahan harga asuransi akan sangat mempengaruhi jumlah permintaan akan asuransi.
Dengan adanya perbaikan ekonomi setelah adanya  krisis membuat pendapatan masyarakat asia terus meningkat dan memiliki pendapatan yang cukup tinggi sehingga membuat standar hidup masyarakat semakin tinggi dan makin sadar akan pentingnya asuransi.
Dengan demikian, permintaan terhadap asuransi pasca krisis ekonomi hinggga kini bersifat inelastis, atau perubahan harga asuransi tidak akan terlalu mempengaruhi jumlah permintaannya.

 
Impact of Oil Price Subsidy Reduction Policy on Performance of
Wood Products Industry
Dampak Kebijakan Pengurangan Subsidi Harga
Bahan Bakar Minyak Terhadap Kinerja Industri
Hasil Hutan Kayu
Oleh: Satria Astana
Subsidi harga BBM (Bahan Bakar Minyak) dihitung sebagai selisih antara penjualan dalam negeri produk BBM dengan komponen biaya pokok pengadaan BBM. Komponen biaya pokoknya yaitu biaya pengadaan minyak mentah dan bahan baku lain, biaya pembelian produk BBM, biaya operasi pengadaan dan distribusi BBM, biaya operasional, dan faktor pengurang nilai produk BBM.
                Tahun anggaran 1998/1999 besarnya subsidi harga BBM yang dibayarkan oleh pemerintah kepada Pertamina adalah Rp27,5 triliun. Nilai subsidi BBM ini merupakan selisih dari penjualan BBM dalam negeri sebesar Rp22,5 triliun dan komponen biaya BBM sebesar Rp50 triliun. Dengan pengurangan subsidi harga BBM sebesar 30% atau kenaikan harga BBM rata-rata 12%, jumlah anggaran subsidi harga BBM dalam tahun 2000 masih tinggi, mencapai Rp 18.3 triliun.
                Masalah yang terjadi adalah kenaikan harga BBM cenderung mendorong penurunan kinerja industri hasil hutan kayu yang lebih jauh, khususnya dalam hal penawaran dan permintaannya. Hal ini dikarenakan potensi kayu hutan alam telah menurun sehingga biaya logging meningkat.
                Ketika kondisi Permintaan konstan, pengurangan subsidi atau kenaikan harga BBM di industri kayu olahan akan menggeser kurva penawaran kayu olahan ke kiri sehingga harga keseimbangan kayu olahan meningkat dan keseimbangan penawaran dan permintaan turun. Sedangkan saat kondisi penawaran konstan, penurunan permintaannya menyebabkan harga kayu olahan menurun dan keseimbangan permintaan dan penawarannya menurun.
                Kondisi kenaikan harga BBM dan adanya subsidi dari pemerintah menyebabkan BBM cenderung inelastis. Penyebabnya adalah keterbatasan barang substitusi dan komplementer BBM.  Bagi industri pengolahan kayu, total revenue sangat dipengaruhi oleh subsidi dari pemerintah.

Trade Liberalization and Labor Demand Elasticity in
Indian Manufacturing
Perdagangan Bebas dan Elastisitas Permintaan Tenaga Kerja pada Manufaktur India
Oleh: Bishwanath Goldar
                Elastisitas permintaan tenaga kerja di industri pascareformasi lebih rendah dalam hal ini ialah minimumnya lapangan pekerjaan yang tidak dapat meresap semua labor maka dari itu tingkat labor mengalami kenaikan pada masa pascareformasi. Hal ini disebabkan karena ukuran yang signifikan untuk liberalisasi perdagangan dan melemahnya kekuasaan serikat buruh.
Liberalisasi perdagangan menunjukan efek positif terhadap elastisitas permintaan tenaga kerja tetapi jika dilihat berdasarkan fungsi kerja, hal itu tidak menunjukan peningkatan elastisitas permintaan tenaga kerja pada masa pasca-reformasi dibandingkan dengan periode sebelum reformasi. Liberalisasi perdagangan juga dapat menyebabkan penurunan pangsa biaya tenaga kerja karena barang produksi yg setengah jadi atau belum dirakit produk dapat diimpor oleh perusahaan industri untuk digunakan dalam proses produksi bukan manufaktur dari tahap bahan baku, dan ini dapat menetralisir efek peningkatan elastisitas substitusi antara input dan elastisitas harga meningkatnya permintaan untuk produk-produk dari perusahaan industri dalam negeri.
Dengan demikian, liberalisasi perdagangan meningkatkan elastisitas permintaan tenaga kerja. liberalisasi perdagangan memiliki dampak positif pada elastisitas permintaan tenaga kerja di industri India, elastisitas taksiran masa pasca-reformasi ini ditemukan lebih rendah dari itu untuk periode pra-reformasi. Pemeriksaan yang mendekati data ini menunjukkan bahwa ada kecenderungan penurunan elastisitas permintaan tenaga kerja di industri India di masa pra-reformasi, yang berlangsung selama beberapa tahun bahkan setelah mulai reformasi. Tampaknya tren penurunan elastisitas permintaan tenaga kerja ditangkap dan terbalik sejak pertengahan 1990-an.
Jadi, Perdagangan bebas dan permintaan tenaga kerja di Industry india bersifat elastis  karena permintaan akan tenaga kerja di India pada masa pasca reformasi mengalami peningkatan sedangkan biaya atau gaji untuk tenaga kerja selalu mengalami penunan.

 
Determinants of Indonesian Palm Oil Export: Price and Income Elasticity Estimation
Ekpor Kelapa Sawit: Estimasi Harga dan Elastisitas Pendapatan
Oleh: Ambiyah Abdullah
Indonesia merupakan negara produsen dan eksportir terbesar minyak sawit di dunia karena berhasil menguasai 46% pangsa pasar minyak sawit dunia. Sebagian besar dari produksinya diekspor sehingga elastisitas harga dan elastisitas pendapatan dari permintaan untuk ekspor minyak sawit Indonesia sangat penting. Hal itu terlihat jika dibandingkan dengan negara-negara lain seperti Malaysia, Indonesia mengekspor minyak sawit lebih banyak di banding dengan negara Malaysia dikarenakan lahan di Indonesia lebih luas dan memungkinkan untuk ditanami kelapa sawit dengan kapasitas lebih banyak.
Melalui penelitian ini, elastisitas harga dan elastisitas pendapatan dari permintaan ekspor minyak sawit Indonesia adalah inelastic baik untuk jangka pendek dan jangka panjang. Jangka pendek untuk ekspor sebesar 0,54 dan untuk income sebesar 0,61. Serta jangka panjang untuk ekspor sebesar 0,41 dan untuk income sebesar 0,49. Temuan ini sesuai dengan teori pada pangsa pasar, alokasi anggaran, dan penggunaan dari minyak sawit sebagai bahan baku untuk barang-barang seperti kosmetik, minyak goreng, mentega, dan ketersediaan dari barang substitusi untuk ekspor minyak sawit Indonesia.
Pajak ekspor adalah salah satu dari kebijakan yang diterapkan oleh Indonesia untuk minyak sawit agar mengendalikan harga minyak goreng local. Untuk kebijakan domestik dapat diterapkan dalam berbagai bentuk seperti subsidi produksi, program insentif pada penelitian diferensiasi produk (produk bernilai tambah), dan meningkatkan standar kualitas untuk ekspor minyak sawit Indonesia.
Di masa yang akan datang, terdapat kebutuhan untuk menganalisis elastisitas harga dan elastisitas pendapatan dari produk-produk yang menggunakan minyak sawit sebagai bahan baku, terfokus pada sektor-sektor yang berlainan (perbedaan antara CPO dan minyak sawit murni) pada kasus-kasus negara pengimpor yang lebih spesifik dan menganalisa dalam penawaran ekspor dan model-model yang simultan. Sedangkan inelastis pada minyak sawit terjadi karena:
  1. Efek barang substitusi terhadap perubahan harga tidak terlalu besar
  2. Pilihan produk-produk lainnya sebagai barang pengganti jumlahnya tidak banyak
 
Economic Impact of Tourism and Globalization in Indonesia
Dampak Ekonomi Pariwisata dan Globalisasi di Indonesia
Oleh: Guntur Sugiyarto, Adam Blake, dan Thea Sinclair
Globalisasi menimbulkan dampak baik dan buruk. Dulu globalisasi dianggap membawa efek buruk terhadap neraca perdagangan Indonesia karena dengan adanya perdagangan bebas (liberalisasi perdagangan) maka pemerintah membuat kebijakan dengan mengurangi tarif impor dan pengenaan pajak pada komoditas domestik. Hal ini tentunya akan berdampak pada sisi produksi karena dengan penurunan harga domestik maka membuat para produsen lebih kompetitif dalam bersaing dengan pesaing yang ada di pasar.
Namun, kita juga tahu bahwa hal ini merangsang produksi dalam negeri dan meningkatkan lapangan pekerjaan serta meningkatkan PDB. Jika  produksi dalam negeri meningkatnya maka menaikan pendapatan rumah tangga dan menciptakan lebih banyak permintaan dalam pasar domestic. Oleh karena permintaan dalam negeri meningkat maka meningkatkan impor, tetapi ekspor menutun. Itu dikarenakan neraca pasar domestik lebih menguntungkan bagi produsen sehingga neraca perdagangan memburuk. Semakin berkurangnya pajak yang diterima oleh pemerintah juga semakin memperburuk kekurangannya. Dengan kurangnya pajak yang diterima pemerintah membuat pemerintah kurang mampu membiayai aggaran pengeluarannya tapi memiliki sisi positif pada kesejahteraan dalam negeri dan konsumsi rumah tangga meningkat.
Sektor pariwisata bisa menjadi solusi  untuk menyeimbangkan neraca perdagangan yang buruk. Hal ini dijelaskan dalam jurnal bahwa kenaikan permintaan pariwisata asing akan membuat produksi yang lebih dan penyerapan tenaga kerja domestik meningkat. Dengan adanya hubungan antara harga yang menurun, permintaan, dan income yang berjalan semakin tinggi dalam kasus ini sehingga dapat disimpulkan bersifat elastis. Pencegahan inelastis dilakukan dengan membuat kebijakan untuk menaikan harga saja dan menurunkan tarif pajak.

 
Empirical Generalizations about the Impact of Advertising on Price Sensitivity and Price
Studi Empiris Dampak Iklan terhadap Sensitivitas Harga
Oleh: Anil Kaul dan Dick Wittink
Respon dan perilaku konsumen terhadap promosi mengidentikasikan bahwa keputusan konsumen untuk melakukan pembelian terhadap merk, jumlah produknyadipengaruhi oleh potongan harga. Selanjutnya, informasi seputar produk akan menjadi bahan pertimbangan bagi produsen dalam menentukan strategi promosi dan periklanan. Salah satu strategi yang diperlukan adalah positioning yang tepat guna karena akan mengarahkan fungsi suatu iklan, sebab hal tersebut memiliki dampak terhadap sensitivitas harga konsumen. Pada umumnya sensitivitas harga sebagian besar dirasakan pada kalangan masyarakat menengah ke bawah karena konsumen menengah ke bawah sangat peka terhadap harga dan alternatif produk. Para konsumen ini biasanya membeli produk pada saat produk tersebut ditawarkan dengan harga yang lebih murah.
Sebaliknya, bagi masyarakat menengah ke atas menilai harga yang mahal mengidentifikasikan kualitas dari produk tersebut. Jika sebuah merek memiliki pencitraan yang kuat dengan konsumen maka cenderung memiliki pangsa pasar yang lebih tinggi dan lebih mudah untuk mencapai penetrasi pasar yang lebih besar dan akan menghasilkan lebih efisien pengeluaran biaya dalam mempromosikan produk tersebut. Pada tahun 1950 -1970 menurut Steiner iklan sangat meningkat karena adanya peran sponsor dalam pembiayaan, karena iklan tidak hanya digunakan untuk menjual produk tetapi juga kepentingan-kepentingan lainnya seperti politik. Rating iklan ada akibat dari penilaian dari pihak konsumen yang menilai apakah iklan tersebut memiliki citra yang kuat, sehingga semakin tinggi nilai rating maka kepercayaan semakin sangat tinggi. Hal ini akan mempengaruhi elastisitas konsumen dalam membeli barang karena semakin konsumen percaya akan suatu produk maka daya belinya akan semakin tinggi.
 
Estimating the Effect of Urban Density on Fuel Demand
Estimasi Dampak Urbanisasi Terhadap Bahan Bakar
Oleh: Catur Sugiyanto
Penelitian jurnal ini dilakukan dengan cross-sectional data dari 32 negara besar di Eropa, Canada, Asia, Australia dan Amerika. Kepadatan jumlah penduduk di perkotaan dievaluasi karena dapat mempengaruhi permintaan relatif untuk bahan bakar transportasi jalan, memberikan perkiraan elastisitas yang sensitif terhadap pola fasilitas umum. Bahan bakar konsumsi per kapita terhadap kepadatan perkotaan diperkirakan dalam rentang -0.33 sampai  -0.35. Kepadatan penduduk kota terhadap permintaan bahan bakar yaitu inelastis, fenomena di kota yang terjadi, karena banyaknya fasilitas yang disediakan oleh pemerintah maka jarak yang di tempuh penduduk di perkotaan relatif singkat.
Oleh karena itu, pemakaian transportasi umum dapat menghemat pemakaian BBM sehingga dalam pemakaian BBM lebih efisiensi. Harga BBM mempengaruhi permintaan bahan bakar sebagian besar melalui variasi dalam konsumsi bahan bakar per km dan jarak mengemudi bukan kepemilikan mobil. Hal ini dapat mencerminkan harga bahan bakar tidak mempengaruhi permintaan mobil.

 
Playing With Fire:  Cigarettes, Taxes And Competition From The Internet
Rokok, Pajak, dan Persaingan dari Internet
Oleh: Austan Goolsbee dan Joel Slemrod
Para peneliti menganggap rokok itu bersifat inelastis sehingga menaikkan pajak dan dapat menghasilkan banyak pendapatan di Amerika Serikat.  Di sisi lain, rokok adalah salah satu penyebab utama masalah kesehatan di negara ini. Melalui internet, konsumen dapat membeli rokok dari negara lain atau secara online sehingga konsumen tidak perlu membayar pajak kepada negaranya. Tingkat elastistasnya juga meningkat dari -1,28 menjadi -2,09 walaupun pajak sudah di naikkan 33%. Pajak yang lebih tinggi menyebabkan penyelundupan lebih besar dan jumlah penyelundupan tambahan telah tumbuh secara signifikan dengan munculnya Internet. Ternyata setelah diteliti jumlah penyelundupan yang timbul dari perubahan tarif pajak negara hampir dua kali lipat karena munculnya internet.
Dengan demikian, pajak rokok tdak sensitif terhadap permintaan rokok di Amerika Serikat. Dengan adanya internet juga membuat pendapatan negara menjadi kecil dan tidak mengurangi tingkat konsumen menjaga kesehatannya.

 
The Impact Of Food Prices On Consumption: A Systematic Review Of Reaserch On The Price Elasticity Of Demand For Food
Dampak Harga Bahan Makanan Terhadap Tingkat Konsumsi
Oleh: Tatiana Anrdeyeva, Michael Long, dan Kelly brownell
Penelitian ini bertujuan untuk memberkan ringkasan mengenai elasitas permintaan harga dan perilaku konsumen Amerika Serikat. Fenomena yang terjadi di Amerika adalah elastisitas permintaan harga pada makanan tidak sehat lebih tinggi dari pada makanan sehat. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, 31% yang memberikan perkiraan elastisitas harga daging sapi, 29% untuk daging babi, 14% untuk unggas, 10% untuk ikan, 15% untuk susu, 12% untuk keju, untuk sereal 12%, dan untuk buah dan sayuran 11%. Dari sini terlihat bahwa konsumsi pada makanan tidak sehat lebih tinggi dari pada makanan sehat.
Dalam menyelesaikan hal ini, para peneliti berusaha menghubungkan pemberlakuan pajak dan subsidi untuk menganalisis dampaknya terhadap harga bahan makanan. Dengan menetapkan sejumlah pajak kepada bahan makanan yang kurang sehat, maka diharapkan permintaan akan bahan makanan yang kurang sehat menurun seiring dengan kenaikan harga karena pajak. Sebaliknya subsidi diberikan kepada bahan makanan sehat dengan tujuan untuk menurunkan harga sehingga permintaan akan bahan makanan sehat dapat meningkat, sehingga diharapkan dapat mengubah gaya hidup masyarakat Amerika Serikat menjadi lebih baik.
Dengan pemberlakuan subsidi terhadap harga buah buahan dan sayur mayur menyebabkan penurunan harga sebesar 10%, dan berhasil meningkatkan permintaan akan buah dan sayur sebesar 7,0% untuk buah dan 5,8% untuk sayur, besarnya penurunan harga rupanya tidak meningkatkan permintaan secara signifikan sehingga harga buah dan sayur dikatakan inelastis.
Oleh karena itu, walaupun subsidi telah diberikan, pada kenyataannya tidak dapat meningkatkan peningkatan permintaan secara signifikan, dari kasus tersebut dapat diasumsikan bahwa, harga bukanlah satu satunya faktor yang dapat menyebabkan buruknya gaya hidup sebagian masyarakat di Amerika serikat yang dinilai dari tingginya konsumsi bahan makanan tidak sehat seperti fast food, namun ada hal lain yang mempengaruhi, salah satunya ialah gaya hidup. Masyarakat negara maju cenderung memilih bahan makanan cepat saji dengan alasan efisiensi, sehingga meskipun harga berubah tetap saja tidak akan mempengaruhi permintaan akan barang barang tersebut, sehingga sayuran dan buah buahan yang tergolong bahan makanan sehat bersifat inelastis.

 
Long term fuel price elasticity: Effects on mobility tool ownership and residential location choice
Jangka Panjang Elastisitas Harga Bahan Bakar: Dampak Perusahaan Kendaraan dan Bahan Bakar di Swiss
Oleh: Alexander Erath
Efek jangka panjang dari kenaikan harga bahan bakar. Penelitian ini meneliti efek jangka panjang dari kenaikan harga bahan bakar. Berikut adalah hasil dari penelitian yang dilakukan :
Dampak Perubahan Harga atas Kepemilikan Kendaraan
Dengan naiknya harga bbm, masyarakat akan mengubah pola pikir mereka. Mereka menjadi enggan untuk memakai kendaraannya atau membeli kendaraan.
Harga Bahan Bakar di Wilayah Tertentu
Ada perbedaan harga di wilayah pedesaaan dan perkotaan, yaitu harga di perkotaaan lebih mahal daripada di pedesaan. Karena bedanya tingkat permintaan.
Efek Perubahan Harga di 2 Wilayah yang Berbeda
Di 2 wilayah yang berbeda, antara perdesaan dan perkotaan efek perubahan harga terjadi  karena sifat elastisitas di perkotaan bersifat elastis karena populasi di perkotaan lebih besar sedangkan di pedesaan bersifat in-elastis karena populasi masyarakatnya yang kecil.
Dengan demikian, efek jangka panjang yang akan terjadi adalah kemungkinan pendapatan substansian dalam  biaya transportasi terutama dalam harga BBM membuat orang bereaksi mengatur jarak tempuh dan mengubah jenis mobil dan memilih mesin yang lebih kecil atau lebih hemat bahan bakar seperti mobil hibrida/ diesel.
Untuk jangka panjang, elastisitas harga BBM berkisar antara -0,14 sampai dengan -0,54 dan diesel 0,32. diesel disini merupakan bahan pengganti yang disebabkan oleh responden yang mengganti mobil BBMnya jadi mobil diesel. Harga BBM naik tidak berarti menaikan atau menurunkan permintaan dari BBM tersebut, masyarakat lebih melihat efisiensi dari penggunaan bahan bakar yaitu dengan menggantinya dengan diesel.

 
Price and Income Elasticities of Residential Water Demand
Elastisitas Harga dan Pendapatan Bagi Permintaan Air Rumah Tangga
Oleh: Jasper Dalhuisen, Raymond Florax, Henri de Groot, dan Peter Nijkamp
Tahun 2011 terdapat sebuah permasalahan mengenai elastisitas permintaan terhadap air di USA dan Eropa. Hal ini terjadi karena mulai diterapkan penggunaan tarif untuk pemakaian air di setiap perumahan. Ternyata ada kesenjangan yang cukup besar antara elastisitas harga dan elastisitas penghasilan karena bila digambarkan elastisitasnya mendekati 0. Nilai elastisitas yang mendekati 0 disebabkan oleh pemakaian air yang tidak terkontrol sehingga terjadi ketidaksesuaian antara jumlah air yang dipasok dengan jumlah air yang dipakai. Tentunya di kemudian hari akan menyebabkan kelangkaan.
Penelitian diadakan di USA untuk mengurangi kesenjangan di elastisitas tersebut dengan menggunakan metode increasing block rate tarif yang hasilnya adalah kebutuhan air menjadi lebih elastis dan elastisitas pendapatan menurun dan metode decreasing block rate tarif yang hasilnya berbanding terbalik dengan metode increasing block rate tarif. Namun, kenyataannya kedua metode ini tidak dapat menentukan mana yang akan menghasilkan elastisitas tertinggi karena hal ini bergantung pada kompleksitas  kondisi geografis.

 
Price Elasticity Dynamics Over The Product Life Cycle:
A Study Of Consumer Durables
Dinamika Elastisitas Harga Pada Siklus Hidup Produk :
Penelitian Mengenai Pemakaian Tahan Lama
Oleh: Philip M. Parker dan Ramya Neelamegham
Berbicara mengenai pembelian konsumen, Parker (1992) berpendapat yang hanya mempertimbangkan pembelian pertama, sedangkan Simon (1988) mempertimbangkan daya jual merk (sebagai faktor untuk menarik minat konsumen). Berdasarkan pengalaman yang empiris menunjukkan bahwa keseluruhan kategori harga penjualan bersifat elastis. Kematian pertama dalam nilai absolut, akhirnya nilai tersebut akan meningkat lagi jika produk tersebut menghadapi penurunan fase dari siklus hidup produk (karena barang subtitusi atau perubahan selera, dll). Model dasar dapat dengan mudah dimodifikasi untuk menghitung keseluruhan penjualan (pembelian pertama ditambah pengulangan pembelian) konteks perkakas rumah tangga. Jika tidak berubah, model dasar ini bisa digunakan dalam waktu 5-10 tahun dalam pemakaian tahan lama.
Berdasarkan pembelian pertama yang mendorong konsumen untuk melakukan pembelian kembali, menunjukkan bahwa hasil penelitian Simon tentang pentingnya daya jual merk, menjadi bukti empiris dari dinamika elastisitas barang tersebut, seperti:
  1. Frezeers (-22,8)
  2. Kompor (-3,2)
  3. Kulkas (-2,3)
  4. Setrika uap (-2,2)
  5. Blender (-2,2)
Kesimpulannya adalah rata-rata tingkat elastisitas perabot rumah tangga -2,7.
Elastisitas freezer sangat signifikan karena produk ini tidak memiliki subtitusi. Suatu produk pada umumnya mengalami tingkat elastisitas tertinggi pada fase awal siklus hidup produk. Sedangkan produk tersebut mengalami elastisitas terendah bahkan inelastis pada saat pembelian kembali meningkat.

 
Regional Differences in the Price-Elasticity of Demand for Energy
Elastisitas Harga pada Permintaan Energi
Oleh: Bernstein dan J Griffin
Departemen Energi telah melakukan riset terhadap beberapa sumber energi diantaranya, listrik rumahan, gas alam, dan listrik industri dengan tujuan mengurangi biaya dan meningkatkan efisiensi. Jika harga listrik naik maka ada tiga alternatif solusi yang dapat dilakukan, yaitu mengganti secara total, mencari substitusinya, dan  meminimalisir penggunaan listrik. Kenaikan harga tidak signifikan mempengaruhi penurunan permintaan.
Sedangkan jika ada kenaikan harga, konsumen tidak dapat mengurangi pemakaian listrik secara drastis hanya dapat berhemat atau menambahkan alat yang bisa mengefisiensi penggunaan listrik, seperti termostast dan dalam jangka panjang mereka akan mengkonversi listrik dengan sumber energi lainnya. Kenaikan permintaan juga dapat dipengaruhi oleh kenaikan income, income meningkat konsumen dapat saja membeli peralatan elektronik baru sehingga meningkatkan penggunaan listriknya. Elastisitas dipengaruhi dengan adanya barang substitusi dan barang komplementer.
Kondisi kasus ini jika harga listrik naik :
  1. Dalam jangka pendek elastisitasnya à inelastis karena untuk sementara waktu konsumen tidak memiliki pilihan dan hanya dapat mencoba menghemat atau mengurangi penggunaan listrik dan belum banyak barang substitusinya sehingga konsumen tidak memiliki pilihan lain selain tetap menggunakannya.
  2. Dalam jangka panjang elastisitasnya à elastis karena adanya penemuan inovasi–inovasi baru yang dapat menjadi subsitusi listrik.

The Relative Importance of Price and Quality in Consumer Choice of Provider:  The Case of Egypt
Pentingnya Relatif Harga & Kualitas Pilihan Penyedia Layanan Konsumen : Kasus Mesir
Oleh: Winnie C. Yip dan Aniceto Orbeta
Hipotesa dari kasus yang ada di Mesir adalah, masyarakat Mesir lebih memilih sektor swasta dan rela membayar lebih tinggi demi mendapat kualitas yang terbaik. Hal itu dikarenakan penghasilan masyarakat Mesir yang rata-rata sudah mencukupi. Jika pemasok melakukan penurunan harga maka akan ada pengorbanan kualitas. Sedangkan, jika penyedia meningkatkan kualitas maka akan ada pengorbanan harga yang lebih tinggi untuk meningkatkan layanan atau penambahan teknologi. Ada pula asumsi yang dapat diberikan adalah penyedia terlibat dalam persaingan harga.
Berdasarkan asumsi ini, misalnya elastisitas kualitas meningkat, maka penurunan harga kemungkinan besar dicapai dengan efisiensi. Tapi kalau permintaannya inelastis, persaingan harga dapat menyebabkan kualitas yang rendah. Lain halnya jika penyedia cenderung lebih dalam persaingan kualitas, hal itu akan sangat penting untuk memahami aspek-aspek yang diinginkan konsumen. Jika konsumen responsif terhadap aspek kualitas yang meningkatkan hasil kesehatan, pemerintah mungkin lebih mengandalkan kekuatan pasar untuk menjamin kualitas layanan.
Pada jurnal ini ada hipotesa proporsi relative bawha sektor swasta memegang angka lebih tinggi dan rela membayar lebih tinggi dibandingkan memilih sector publik yang kualitasnya terhitung rendah. Setelah itu pada penelitiannya ditemukan bahwa pasien lebih responsive pada perubahan kualitas daripada perubahan harga. Ini disebabkan karena yang dibahas disini adalah sector kesehatan yang mempertaruhkan nyawa, maka pengorbanan berupa materipun rela dilakukan. Selain itu pada penelitian terdalulu juga ditemukan bahwa elastisitas pendapatan pengeluaran perawatan kesehatan > 1 , dimana itu berarti bersifat elastis. Ini berarti seiring dengan bertambahnya pendapatan, maka porsi dari pendapatan juga akan lebih besar untuk pergi ke pelayanan kesehatan.
Tetapi hal ini tidak berlaku rata pada seluruh kalangan masyarakat, walaupun rata-rata masyarakat memang lebih responsive terhadap peningkatan kualitas, ini dikarenakan ada dua golongan income masyarakat, seperti dijelaskan dibawah ini.
Jika sektor publik ingin dapat bersaing dengan sektor swasta maka mereka harus bisa manjamin kualitas layanan dengan baik, atai jika tidak sasaran mereka untuk pangsa pasar harus lebih dispesifikasi lagi dengan menyasar masyarakat miskin yang memang belum mampu untuk melakukan pelayanan kesehatan dengan kualitas tinggi yang meminta biaya tinggi pada sektor swasta.




The Impact Of Advertising On Consumer Price Sensitivity In Experience Goods Market
Dampak Iklan Dalam Mempengaruhi Sensitivitas Harga
Oleh: Tülin Erdem, Michael P. Keane, dan Baohong Sun
Sensitivitas harga konsumen, yaitu kepekaan relatif dari harga dalam mempengaruhi keputusan pembelian dan kecenderungan untuk mencari dan menemukan harga yang lebih baik (lebih murah) Penelitian yang dilakukan di Chicago dan Atlanta menggunakan 18 merk pada pasta gigi, sikat gigi, deterjen dan saus kecap. Dan hasilnya adalah iklan dapat menyebabkan suatu produk akan semakin dikenal oleh banyak orang.  Ketika tingkat kepercayaan konsumen meningkat (loyalitas) maka terciptalah sebuah brand yang terkenal, sehingga masyarakat akan berusaha terus dan terus memperhitungkan tingkat harga pada produk tersebut. Oleh karena itu, iklan yang dapat mengurangi sensitivitas harga konsumen.
Pada indikator ini sensitivitas harga ditentukan oleh seberapa banyak dan dalamnya informasi yang didapat konsumen mengenai harga dan kualitas yang ditawarkan berbagai produk sejenis yang akan dikonsumsi oleh konsumen. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, konsumen yang memiliki informasi harga dan kualitas yang lebih banyak akan menurunkan tingkat sensitivitas harga seorang konsumen , namun sebaliknya apabila konsumen yang tidak memiliki banyak informasi mengenai harga dan kualitas produk yang akan mereka konsumsi maka hal tersebut dapat   meningkatkan sensitivitas harga seorang konsumen.
Iklan memang dapat mempengaruhi tingkat permintaan suatu barang. Akan tetapi, pengaruh dari iklan tersebut sangat bergantung dari tampilan, kemenarikan, dan seberapa intens iklan tersebut. Dalam kasus ini, peneliti meneliti barang-barang yang elastis, sehingga iklan yang menguntungkan dan lebih berpengaruh pada elastisitas harga adalah iklan yang tidak menurunkan elastisitas permintaan. Hal ini terjadi karena ketika elastisitas harga suatu barang naik, maka permintaan barang tersebut akan turun karena terdapat barang-barang alternatif atau subtitusi lainnya. Sebagai tambahan, keadaan tersebut dapat menyebabkan produsen baru untuk masuk ke dalam pasar. Kesimpulannya, iklan yang menarik konsumen secara ototmatis akan menurunkan sensitivitas harga.

Mata Kuliah Teori Ekonomi 2 - Dr. Prihantoro

Jumat, 03 Februari 2012

Maksimalisasi Profit

Bisnis adalah organisasi yang menghasilkan barang dan jasa, atau biasa disebut juga perusahaan. Bisnis atau perusahaan melakukan kegiatan operasional bertujuan untuk memaksimalkan profit dan dapat mempertahankan kelangsungan hidup perusahaannya. Setiap perusahaan berusaha untuk meraih keuntungan atau memperoleh profit semaksimal mungkin. Hal ini dikarenakan profit yang diperoleh digunakan sebagai modal dalam operasional perusahaan selanjutnya. Profit berkaitan dengan empat faktor yaitu demand (kebutuhan), potensial profit, market (pasar), dan revenue (pendapatan). Keempat faktor ini menunjang terjadinya opportunities (kesempatan).
      Maksimalisasi profit berarti menekankan pada pemanfaatan barang modal secara efisien. Maksimalisasi profit yang perlu diperhatikan adalah:
  • Profit Jangka Pendek atau Profit Jangka Panjang
  • Jumlah Profit atau Tingkat Profit
Profit adalah selisih antara penerimaan total (TR) dan biaya total (TC). Penerimaan total adalah jumlah yang diterima dari penjualan produk (PxQ). Biaya total adalah jumlah dari biaya tetap (FC) dan biaya variabel (VC).
 
Sekarang ini, persaingan antarperusahaan terjadi sangat ketat. Perusahaan harus selalu dapat menghasilkan profit untuk dapat tetap bersaing dan menguasai pasar, serta mempertahankan kelangsungan hidupnya. Perkembangan dunia usaha yang semakin pesat dengan pembangunan teknologi yang semakin maju membawa pengaruh yang besar terhadap produksi yang dihasilkan oleh perusahaan. Untuk memaksimalkan profit yang diperoleh dapat dicapai melalui berbagai macam cara, antara lain melalui efisiensi di semua bidang, seperti produksi, sumber daya manusia, maupun keuangan. Profit yang dihasilkan tidak terlepas dari beberapa faktor antara lain jumlah produk yang dalam hal ini adalah jumlah hasil produksinya, modal, dan total upah tenaga kerja.
Pada dasarnya, semua jenis perusahaan memiliki tujuan yang sama yaitu memaksimalisasi profit. Maksimalisasi profit bukanlah satu-satunya tujuan dalam perusahaan. Ada beberapa jenis perusahaan yang lebih mengambil profit dengan menekan penjualannya (hasil produksinya), ada pula yang memasukan unsur politik di dalam penentuan tingkat produksi yang akan dicapai. Jadi, setiap perusahaan memiliki kriteria tersendiri dalam memaksimumkan profit yang akan diperolehnya. Tetapi tidak disangkal lagi setiap perusahaan memilki target dalam pencapaian keuntungan, dan tidak munafik bagi perusahaan bahkan berupaya memiliki target menaikan laba setinggi-tingginya.
Efisiensi di bidang keuangan memberikan pengaruh pada operasi perusahaan, sehingga akan meningkatkan efisiensi operasional dan efisiensi investasi yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan profit perusahaan. Dengan menghasilkan profit, perusahaan dapat mempertahankan pertumbuhan perusahaannya sehingga dapat bersaing dengan perusahaan lain karena profit tersebut dapat ditanam kembali dan digunakan untuk mempertahankan atau meningkatkan pertumbuhannya.
Sumber:
Mata Kuliah Teori Ekonomi 2 - Dr. Prihantoro

Sabtu, 18 Februari 2012

Analisis 15 Jurnal

Are Life Insurance Demand Determinants valid for Selected Asian Economies and India?
Permintaan Asuransi Jiwa di India
Oleh: Subir Sen dan Dr.Madhswaran
Saat terjadinya krisis ekonomi, permintaan akan asuransi di Asia bersifat elastis. Hal ini disebabkan karena dengan adanya krisis, maka perekonomian terganggu dan mengurangi pendapatan masyarakat di Asia. Rendahnya pendapatan menyebabkan rendahnya standar hidup masyarakat asia pada kala itu rendah, dengan pendapatan yang rendah mereka hanya mengutamakan untuk konsumsi sehingga perubahan harga asuransi akan sangat mempengaruhi jumlah permintaan akan asuransi.
Dengan adanya perbaikan ekonomi setelah adanya  krisis membuat pendapatan masyarakat asia terus meningkat dan memiliki pendapatan yang cukup tinggi sehingga membuat standar hidup masyarakat semakin tinggi dan makin sadar akan pentingnya asuransi.
Dengan demikian, permintaan terhadap asuransi pasca krisis ekonomi hinggga kini bersifat inelastis, atau perubahan harga asuransi tidak akan terlalu mempengaruhi jumlah permintaannya.

 
Impact of Oil Price Subsidy Reduction Policy on Performance of
Wood Products Industry
Dampak Kebijakan Pengurangan Subsidi Harga
Bahan Bakar Minyak Terhadap Kinerja Industri
Hasil Hutan Kayu
Oleh: Satria Astana
Subsidi harga BBM (Bahan Bakar Minyak) dihitung sebagai selisih antara penjualan dalam negeri produk BBM dengan komponen biaya pokok pengadaan BBM. Komponen biaya pokoknya yaitu biaya pengadaan minyak mentah dan bahan baku lain, biaya pembelian produk BBM, biaya operasi pengadaan dan distribusi BBM, biaya operasional, dan faktor pengurang nilai produk BBM.
                Tahun anggaran 1998/1999 besarnya subsidi harga BBM yang dibayarkan oleh pemerintah kepada Pertamina adalah Rp27,5 triliun. Nilai subsidi BBM ini merupakan selisih dari penjualan BBM dalam negeri sebesar Rp22,5 triliun dan komponen biaya BBM sebesar Rp50 triliun. Dengan pengurangan subsidi harga BBM sebesar 30% atau kenaikan harga BBM rata-rata 12%, jumlah anggaran subsidi harga BBM dalam tahun 2000 masih tinggi, mencapai Rp 18.3 triliun.
                Masalah yang terjadi adalah kenaikan harga BBM cenderung mendorong penurunan kinerja industri hasil hutan kayu yang lebih jauh, khususnya dalam hal penawaran dan permintaannya. Hal ini dikarenakan potensi kayu hutan alam telah menurun sehingga biaya logging meningkat.
                Ketika kondisi Permintaan konstan, pengurangan subsidi atau kenaikan harga BBM di industri kayu olahan akan menggeser kurva penawaran kayu olahan ke kiri sehingga harga keseimbangan kayu olahan meningkat dan keseimbangan penawaran dan permintaan turun. Sedangkan saat kondisi penawaran konstan, penurunan permintaannya menyebabkan harga kayu olahan menurun dan keseimbangan permintaan dan penawarannya menurun.
                Kondisi kenaikan harga BBM dan adanya subsidi dari pemerintah menyebabkan BBM cenderung inelastis. Penyebabnya adalah keterbatasan barang substitusi dan komplementer BBM.  Bagi industri pengolahan kayu, total revenue sangat dipengaruhi oleh subsidi dari pemerintah.

Trade Liberalization and Labor Demand Elasticity in
Indian Manufacturing
Perdagangan Bebas dan Elastisitas Permintaan Tenaga Kerja pada Manufaktur India
Oleh: Bishwanath Goldar
                Elastisitas permintaan tenaga kerja di industri pascareformasi lebih rendah dalam hal ini ialah minimumnya lapangan pekerjaan yang tidak dapat meresap semua labor maka dari itu tingkat labor mengalami kenaikan pada masa pascareformasi. Hal ini disebabkan karena ukuran yang signifikan untuk liberalisasi perdagangan dan melemahnya kekuasaan serikat buruh.
Liberalisasi perdagangan menunjukan efek positif terhadap elastisitas permintaan tenaga kerja tetapi jika dilihat berdasarkan fungsi kerja, hal itu tidak menunjukan peningkatan elastisitas permintaan tenaga kerja pada masa pasca-reformasi dibandingkan dengan periode sebelum reformasi. Liberalisasi perdagangan juga dapat menyebabkan penurunan pangsa biaya tenaga kerja karena barang produksi yg setengah jadi atau belum dirakit produk dapat diimpor oleh perusahaan industri untuk digunakan dalam proses produksi bukan manufaktur dari tahap bahan baku, dan ini dapat menetralisir efek peningkatan elastisitas substitusi antara input dan elastisitas harga meningkatnya permintaan untuk produk-produk dari perusahaan industri dalam negeri.
Dengan demikian, liberalisasi perdagangan meningkatkan elastisitas permintaan tenaga kerja. liberalisasi perdagangan memiliki dampak positif pada elastisitas permintaan tenaga kerja di industri India, elastisitas taksiran masa pasca-reformasi ini ditemukan lebih rendah dari itu untuk periode pra-reformasi. Pemeriksaan yang mendekati data ini menunjukkan bahwa ada kecenderungan penurunan elastisitas permintaan tenaga kerja di industri India di masa pra-reformasi, yang berlangsung selama beberapa tahun bahkan setelah mulai reformasi. Tampaknya tren penurunan elastisitas permintaan tenaga kerja ditangkap dan terbalik sejak pertengahan 1990-an.
Jadi, Perdagangan bebas dan permintaan tenaga kerja di Industry india bersifat elastis  karena permintaan akan tenaga kerja di India pada masa pasca reformasi mengalami peningkatan sedangkan biaya atau gaji untuk tenaga kerja selalu mengalami penunan.

 
Determinants of Indonesian Palm Oil Export: Price and Income Elasticity Estimation
Ekpor Kelapa Sawit: Estimasi Harga dan Elastisitas Pendapatan
Oleh: Ambiyah Abdullah
Indonesia merupakan negara produsen dan eksportir terbesar minyak sawit di dunia karena berhasil menguasai 46% pangsa pasar minyak sawit dunia. Sebagian besar dari produksinya diekspor sehingga elastisitas harga dan elastisitas pendapatan dari permintaan untuk ekspor minyak sawit Indonesia sangat penting. Hal itu terlihat jika dibandingkan dengan negara-negara lain seperti Malaysia, Indonesia mengekspor minyak sawit lebih banyak di banding dengan negara Malaysia dikarenakan lahan di Indonesia lebih luas dan memungkinkan untuk ditanami kelapa sawit dengan kapasitas lebih banyak.
Melalui penelitian ini, elastisitas harga dan elastisitas pendapatan dari permintaan ekspor minyak sawit Indonesia adalah inelastic baik untuk jangka pendek dan jangka panjang. Jangka pendek untuk ekspor sebesar 0,54 dan untuk income sebesar 0,61. Serta jangka panjang untuk ekspor sebesar 0,41 dan untuk income sebesar 0,49. Temuan ini sesuai dengan teori pada pangsa pasar, alokasi anggaran, dan penggunaan dari minyak sawit sebagai bahan baku untuk barang-barang seperti kosmetik, minyak goreng, mentega, dan ketersediaan dari barang substitusi untuk ekspor minyak sawit Indonesia.
Pajak ekspor adalah salah satu dari kebijakan yang diterapkan oleh Indonesia untuk minyak sawit agar mengendalikan harga minyak goreng local. Untuk kebijakan domestik dapat diterapkan dalam berbagai bentuk seperti subsidi produksi, program insentif pada penelitian diferensiasi produk (produk bernilai tambah), dan meningkatkan standar kualitas untuk ekspor minyak sawit Indonesia.
Di masa yang akan datang, terdapat kebutuhan untuk menganalisis elastisitas harga dan elastisitas pendapatan dari produk-produk yang menggunakan minyak sawit sebagai bahan baku, terfokus pada sektor-sektor yang berlainan (perbedaan antara CPO dan minyak sawit murni) pada kasus-kasus negara pengimpor yang lebih spesifik dan menganalisa dalam penawaran ekspor dan model-model yang simultan. Sedangkan inelastis pada minyak sawit terjadi karena:
  1. Efek barang substitusi terhadap perubahan harga tidak terlalu besar
  2. Pilihan produk-produk lainnya sebagai barang pengganti jumlahnya tidak banyak
 
Economic Impact of Tourism and Globalization in Indonesia
Dampak Ekonomi Pariwisata dan Globalisasi di Indonesia
Oleh: Guntur Sugiyarto, Adam Blake, dan Thea Sinclair
Globalisasi menimbulkan dampak baik dan buruk. Dulu globalisasi dianggap membawa efek buruk terhadap neraca perdagangan Indonesia karena dengan adanya perdagangan bebas (liberalisasi perdagangan) maka pemerintah membuat kebijakan dengan mengurangi tarif impor dan pengenaan pajak pada komoditas domestik. Hal ini tentunya akan berdampak pada sisi produksi karena dengan penurunan harga domestik maka membuat para produsen lebih kompetitif dalam bersaing dengan pesaing yang ada di pasar.
Namun, kita juga tahu bahwa hal ini merangsang produksi dalam negeri dan meningkatkan lapangan pekerjaan serta meningkatkan PDB. Jika  produksi dalam negeri meningkatnya maka menaikan pendapatan rumah tangga dan menciptakan lebih banyak permintaan dalam pasar domestic. Oleh karena permintaan dalam negeri meningkat maka meningkatkan impor, tetapi ekspor menutun. Itu dikarenakan neraca pasar domestik lebih menguntungkan bagi produsen sehingga neraca perdagangan memburuk. Semakin berkurangnya pajak yang diterima oleh pemerintah juga semakin memperburuk kekurangannya. Dengan kurangnya pajak yang diterima pemerintah membuat pemerintah kurang mampu membiayai aggaran pengeluarannya tapi memiliki sisi positif pada kesejahteraan dalam negeri dan konsumsi rumah tangga meningkat.
Sektor pariwisata bisa menjadi solusi  untuk menyeimbangkan neraca perdagangan yang buruk. Hal ini dijelaskan dalam jurnal bahwa kenaikan permintaan pariwisata asing akan membuat produksi yang lebih dan penyerapan tenaga kerja domestik meningkat. Dengan adanya hubungan antara harga yang menurun, permintaan, dan income yang berjalan semakin tinggi dalam kasus ini sehingga dapat disimpulkan bersifat elastis. Pencegahan inelastis dilakukan dengan membuat kebijakan untuk menaikan harga saja dan menurunkan tarif pajak.

 
Empirical Generalizations about the Impact of Advertising on Price Sensitivity and Price
Studi Empiris Dampak Iklan terhadap Sensitivitas Harga
Oleh: Anil Kaul dan Dick Wittink
Respon dan perilaku konsumen terhadap promosi mengidentikasikan bahwa keputusan konsumen untuk melakukan pembelian terhadap merk, jumlah produknyadipengaruhi oleh potongan harga. Selanjutnya, informasi seputar produk akan menjadi bahan pertimbangan bagi produsen dalam menentukan strategi promosi dan periklanan. Salah satu strategi yang diperlukan adalah positioning yang tepat guna karena akan mengarahkan fungsi suatu iklan, sebab hal tersebut memiliki dampak terhadap sensitivitas harga konsumen. Pada umumnya sensitivitas harga sebagian besar dirasakan pada kalangan masyarakat menengah ke bawah karena konsumen menengah ke bawah sangat peka terhadap harga dan alternatif produk. Para konsumen ini biasanya membeli produk pada saat produk tersebut ditawarkan dengan harga yang lebih murah.
Sebaliknya, bagi masyarakat menengah ke atas menilai harga yang mahal mengidentifikasikan kualitas dari produk tersebut. Jika sebuah merek memiliki pencitraan yang kuat dengan konsumen maka cenderung memiliki pangsa pasar yang lebih tinggi dan lebih mudah untuk mencapai penetrasi pasar yang lebih besar dan akan menghasilkan lebih efisien pengeluaran biaya dalam mempromosikan produk tersebut. Pada tahun 1950 -1970 menurut Steiner iklan sangat meningkat karena adanya peran sponsor dalam pembiayaan, karena iklan tidak hanya digunakan untuk menjual produk tetapi juga kepentingan-kepentingan lainnya seperti politik. Rating iklan ada akibat dari penilaian dari pihak konsumen yang menilai apakah iklan tersebut memiliki citra yang kuat, sehingga semakin tinggi nilai rating maka kepercayaan semakin sangat tinggi. Hal ini akan mempengaruhi elastisitas konsumen dalam membeli barang karena semakin konsumen percaya akan suatu produk maka daya belinya akan semakin tinggi.
 
Estimating the Effect of Urban Density on Fuel Demand
Estimasi Dampak Urbanisasi Terhadap Bahan Bakar
Oleh: Catur Sugiyanto
Penelitian jurnal ini dilakukan dengan cross-sectional data dari 32 negara besar di Eropa, Canada, Asia, Australia dan Amerika. Kepadatan jumlah penduduk di perkotaan dievaluasi karena dapat mempengaruhi permintaan relatif untuk bahan bakar transportasi jalan, memberikan perkiraan elastisitas yang sensitif terhadap pola fasilitas umum. Bahan bakar konsumsi per kapita terhadap kepadatan perkotaan diperkirakan dalam rentang -0.33 sampai  -0.35. Kepadatan penduduk kota terhadap permintaan bahan bakar yaitu inelastis, fenomena di kota yang terjadi, karena banyaknya fasilitas yang disediakan oleh pemerintah maka jarak yang di tempuh penduduk di perkotaan relatif singkat.
Oleh karena itu, pemakaian transportasi umum dapat menghemat pemakaian BBM sehingga dalam pemakaian BBM lebih efisiensi. Harga BBM mempengaruhi permintaan bahan bakar sebagian besar melalui variasi dalam konsumsi bahan bakar per km dan jarak mengemudi bukan kepemilikan mobil. Hal ini dapat mencerminkan harga bahan bakar tidak mempengaruhi permintaan mobil.

 
Playing With Fire:  Cigarettes, Taxes And Competition From The Internet
Rokok, Pajak, dan Persaingan dari Internet
Oleh: Austan Goolsbee dan Joel Slemrod
Para peneliti menganggap rokok itu bersifat inelastis sehingga menaikkan pajak dan dapat menghasilkan banyak pendapatan di Amerika Serikat.  Di sisi lain, rokok adalah salah satu penyebab utama masalah kesehatan di negara ini. Melalui internet, konsumen dapat membeli rokok dari negara lain atau secara online sehingga konsumen tidak perlu membayar pajak kepada negaranya. Tingkat elastistasnya juga meningkat dari -1,28 menjadi -2,09 walaupun pajak sudah di naikkan 33%. Pajak yang lebih tinggi menyebabkan penyelundupan lebih besar dan jumlah penyelundupan tambahan telah tumbuh secara signifikan dengan munculnya Internet. Ternyata setelah diteliti jumlah penyelundupan yang timbul dari perubahan tarif pajak negara hampir dua kali lipat karena munculnya internet.
Dengan demikian, pajak rokok tdak sensitif terhadap permintaan rokok di Amerika Serikat. Dengan adanya internet juga membuat pendapatan negara menjadi kecil dan tidak mengurangi tingkat konsumen menjaga kesehatannya.

 
The Impact Of Food Prices On Consumption: A Systematic Review Of Reaserch On The Price Elasticity Of Demand For Food
Dampak Harga Bahan Makanan Terhadap Tingkat Konsumsi
Oleh: Tatiana Anrdeyeva, Michael Long, dan Kelly brownell
Penelitian ini bertujuan untuk memberkan ringkasan mengenai elasitas permintaan harga dan perilaku konsumen Amerika Serikat. Fenomena yang terjadi di Amerika adalah elastisitas permintaan harga pada makanan tidak sehat lebih tinggi dari pada makanan sehat. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, 31% yang memberikan perkiraan elastisitas harga daging sapi, 29% untuk daging babi, 14% untuk unggas, 10% untuk ikan, 15% untuk susu, 12% untuk keju, untuk sereal 12%, dan untuk buah dan sayuran 11%. Dari sini terlihat bahwa konsumsi pada makanan tidak sehat lebih tinggi dari pada makanan sehat.
Dalam menyelesaikan hal ini, para peneliti berusaha menghubungkan pemberlakuan pajak dan subsidi untuk menganalisis dampaknya terhadap harga bahan makanan. Dengan menetapkan sejumlah pajak kepada bahan makanan yang kurang sehat, maka diharapkan permintaan akan bahan makanan yang kurang sehat menurun seiring dengan kenaikan harga karena pajak. Sebaliknya subsidi diberikan kepada bahan makanan sehat dengan tujuan untuk menurunkan harga sehingga permintaan akan bahan makanan sehat dapat meningkat, sehingga diharapkan dapat mengubah gaya hidup masyarakat Amerika Serikat menjadi lebih baik.
Dengan pemberlakuan subsidi terhadap harga buah buahan dan sayur mayur menyebabkan penurunan harga sebesar 10%, dan berhasil meningkatkan permintaan akan buah dan sayur sebesar 7,0% untuk buah dan 5,8% untuk sayur, besarnya penurunan harga rupanya tidak meningkatkan permintaan secara signifikan sehingga harga buah dan sayur dikatakan inelastis.
Oleh karena itu, walaupun subsidi telah diberikan, pada kenyataannya tidak dapat meningkatkan peningkatan permintaan secara signifikan, dari kasus tersebut dapat diasumsikan bahwa, harga bukanlah satu satunya faktor yang dapat menyebabkan buruknya gaya hidup sebagian masyarakat di Amerika serikat yang dinilai dari tingginya konsumsi bahan makanan tidak sehat seperti fast food, namun ada hal lain yang mempengaruhi, salah satunya ialah gaya hidup. Masyarakat negara maju cenderung memilih bahan makanan cepat saji dengan alasan efisiensi, sehingga meskipun harga berubah tetap saja tidak akan mempengaruhi permintaan akan barang barang tersebut, sehingga sayuran dan buah buahan yang tergolong bahan makanan sehat bersifat inelastis.

 
Long term fuel price elasticity: Effects on mobility tool ownership and residential location choice
Jangka Panjang Elastisitas Harga Bahan Bakar: Dampak Perusahaan Kendaraan dan Bahan Bakar di Swiss
Oleh: Alexander Erath
Efek jangka panjang dari kenaikan harga bahan bakar. Penelitian ini meneliti efek jangka panjang dari kenaikan harga bahan bakar. Berikut adalah hasil dari penelitian yang dilakukan :
Dampak Perubahan Harga atas Kepemilikan Kendaraan
Dengan naiknya harga bbm, masyarakat akan mengubah pola pikir mereka. Mereka menjadi enggan untuk memakai kendaraannya atau membeli kendaraan.
Harga Bahan Bakar di Wilayah Tertentu
Ada perbedaan harga di wilayah pedesaaan dan perkotaan, yaitu harga di perkotaaan lebih mahal daripada di pedesaan. Karena bedanya tingkat permintaan.
Efek Perubahan Harga di 2 Wilayah yang Berbeda
Di 2 wilayah yang berbeda, antara perdesaan dan perkotaan efek perubahan harga terjadi  karena sifat elastisitas di perkotaan bersifat elastis karena populasi di perkotaan lebih besar sedangkan di pedesaan bersifat in-elastis karena populasi masyarakatnya yang kecil.
Dengan demikian, efek jangka panjang yang akan terjadi adalah kemungkinan pendapatan substansian dalam  biaya transportasi terutama dalam harga BBM membuat orang bereaksi mengatur jarak tempuh dan mengubah jenis mobil dan memilih mesin yang lebih kecil atau lebih hemat bahan bakar seperti mobil hibrida/ diesel.
Untuk jangka panjang, elastisitas harga BBM berkisar antara -0,14 sampai dengan -0,54 dan diesel 0,32. diesel disini merupakan bahan pengganti yang disebabkan oleh responden yang mengganti mobil BBMnya jadi mobil diesel. Harga BBM naik tidak berarti menaikan atau menurunkan permintaan dari BBM tersebut, masyarakat lebih melihat efisiensi dari penggunaan bahan bakar yaitu dengan menggantinya dengan diesel.

 
Price and Income Elasticities of Residential Water Demand
Elastisitas Harga dan Pendapatan Bagi Permintaan Air Rumah Tangga
Oleh: Jasper Dalhuisen, Raymond Florax, Henri de Groot, dan Peter Nijkamp
Tahun 2011 terdapat sebuah permasalahan mengenai elastisitas permintaan terhadap air di USA dan Eropa. Hal ini terjadi karena mulai diterapkan penggunaan tarif untuk pemakaian air di setiap perumahan. Ternyata ada kesenjangan yang cukup besar antara elastisitas harga dan elastisitas penghasilan karena bila digambarkan elastisitasnya mendekati 0. Nilai elastisitas yang mendekati 0 disebabkan oleh pemakaian air yang tidak terkontrol sehingga terjadi ketidaksesuaian antara jumlah air yang dipasok dengan jumlah air yang dipakai. Tentunya di kemudian hari akan menyebabkan kelangkaan.
Penelitian diadakan di USA untuk mengurangi kesenjangan di elastisitas tersebut dengan menggunakan metode increasing block rate tarif yang hasilnya adalah kebutuhan air menjadi lebih elastis dan elastisitas pendapatan menurun dan metode decreasing block rate tarif yang hasilnya berbanding terbalik dengan metode increasing block rate tarif. Namun, kenyataannya kedua metode ini tidak dapat menentukan mana yang akan menghasilkan elastisitas tertinggi karena hal ini bergantung pada kompleksitas  kondisi geografis.

 
Price Elasticity Dynamics Over The Product Life Cycle:
A Study Of Consumer Durables
Dinamika Elastisitas Harga Pada Siklus Hidup Produk :
Penelitian Mengenai Pemakaian Tahan Lama
Oleh: Philip M. Parker dan Ramya Neelamegham
Berbicara mengenai pembelian konsumen, Parker (1992) berpendapat yang hanya mempertimbangkan pembelian pertama, sedangkan Simon (1988) mempertimbangkan daya jual merk (sebagai faktor untuk menarik minat konsumen). Berdasarkan pengalaman yang empiris menunjukkan bahwa keseluruhan kategori harga penjualan bersifat elastis. Kematian pertama dalam nilai absolut, akhirnya nilai tersebut akan meningkat lagi jika produk tersebut menghadapi penurunan fase dari siklus hidup produk (karena barang subtitusi atau perubahan selera, dll). Model dasar dapat dengan mudah dimodifikasi untuk menghitung keseluruhan penjualan (pembelian pertama ditambah pengulangan pembelian) konteks perkakas rumah tangga. Jika tidak berubah, model dasar ini bisa digunakan dalam waktu 5-10 tahun dalam pemakaian tahan lama.
Berdasarkan pembelian pertama yang mendorong konsumen untuk melakukan pembelian kembali, menunjukkan bahwa hasil penelitian Simon tentang pentingnya daya jual merk, menjadi bukti empiris dari dinamika elastisitas barang tersebut, seperti:
  1. Frezeers (-22,8)
  2. Kompor (-3,2)
  3. Kulkas (-2,3)
  4. Setrika uap (-2,2)
  5. Blender (-2,2)
Kesimpulannya adalah rata-rata tingkat elastisitas perabot rumah tangga -2,7.
Elastisitas freezer sangat signifikan karena produk ini tidak memiliki subtitusi. Suatu produk pada umumnya mengalami tingkat elastisitas tertinggi pada fase awal siklus hidup produk. Sedangkan produk tersebut mengalami elastisitas terendah bahkan inelastis pada saat pembelian kembali meningkat.

 
Regional Differences in the Price-Elasticity of Demand for Energy
Elastisitas Harga pada Permintaan Energi
Oleh: Bernstein dan J Griffin
Departemen Energi telah melakukan riset terhadap beberapa sumber energi diantaranya, listrik rumahan, gas alam, dan listrik industri dengan tujuan mengurangi biaya dan meningkatkan efisiensi. Jika harga listrik naik maka ada tiga alternatif solusi yang dapat dilakukan, yaitu mengganti secara total, mencari substitusinya, dan  meminimalisir penggunaan listrik. Kenaikan harga tidak signifikan mempengaruhi penurunan permintaan.
Sedangkan jika ada kenaikan harga, konsumen tidak dapat mengurangi pemakaian listrik secara drastis hanya dapat berhemat atau menambahkan alat yang bisa mengefisiensi penggunaan listrik, seperti termostast dan dalam jangka panjang mereka akan mengkonversi listrik dengan sumber energi lainnya. Kenaikan permintaan juga dapat dipengaruhi oleh kenaikan income, income meningkat konsumen dapat saja membeli peralatan elektronik baru sehingga meningkatkan penggunaan listriknya. Elastisitas dipengaruhi dengan adanya barang substitusi dan barang komplementer.
Kondisi kasus ini jika harga listrik naik :
  1. Dalam jangka pendek elastisitasnya à inelastis karena untuk sementara waktu konsumen tidak memiliki pilihan dan hanya dapat mencoba menghemat atau mengurangi penggunaan listrik dan belum banyak barang substitusinya sehingga konsumen tidak memiliki pilihan lain selain tetap menggunakannya.
  2. Dalam jangka panjang elastisitasnya à elastis karena adanya penemuan inovasi–inovasi baru yang dapat menjadi subsitusi listrik.

The Relative Importance of Price and Quality in Consumer Choice of Provider:  The Case of Egypt
Pentingnya Relatif Harga & Kualitas Pilihan Penyedia Layanan Konsumen : Kasus Mesir
Oleh: Winnie C. Yip dan Aniceto Orbeta
Hipotesa dari kasus yang ada di Mesir adalah, masyarakat Mesir lebih memilih sektor swasta dan rela membayar lebih tinggi demi mendapat kualitas yang terbaik. Hal itu dikarenakan penghasilan masyarakat Mesir yang rata-rata sudah mencukupi. Jika pemasok melakukan penurunan harga maka akan ada pengorbanan kualitas. Sedangkan, jika penyedia meningkatkan kualitas maka akan ada pengorbanan harga yang lebih tinggi untuk meningkatkan layanan atau penambahan teknologi. Ada pula asumsi yang dapat diberikan adalah penyedia terlibat dalam persaingan harga.
Berdasarkan asumsi ini, misalnya elastisitas kualitas meningkat, maka penurunan harga kemungkinan besar dicapai dengan efisiensi. Tapi kalau permintaannya inelastis, persaingan harga dapat menyebabkan kualitas yang rendah. Lain halnya jika penyedia cenderung lebih dalam persaingan kualitas, hal itu akan sangat penting untuk memahami aspek-aspek yang diinginkan konsumen. Jika konsumen responsif terhadap aspek kualitas yang meningkatkan hasil kesehatan, pemerintah mungkin lebih mengandalkan kekuatan pasar untuk menjamin kualitas layanan.
Pada jurnal ini ada hipotesa proporsi relative bawha sektor swasta memegang angka lebih tinggi dan rela membayar lebih tinggi dibandingkan memilih sector publik yang kualitasnya terhitung rendah. Setelah itu pada penelitiannya ditemukan bahwa pasien lebih responsive pada perubahan kualitas daripada perubahan harga. Ini disebabkan karena yang dibahas disini adalah sector kesehatan yang mempertaruhkan nyawa, maka pengorbanan berupa materipun rela dilakukan. Selain itu pada penelitian terdalulu juga ditemukan bahwa elastisitas pendapatan pengeluaran perawatan kesehatan > 1 , dimana itu berarti bersifat elastis. Ini berarti seiring dengan bertambahnya pendapatan, maka porsi dari pendapatan juga akan lebih besar untuk pergi ke pelayanan kesehatan.
Tetapi hal ini tidak berlaku rata pada seluruh kalangan masyarakat, walaupun rata-rata masyarakat memang lebih responsive terhadap peningkatan kualitas, ini dikarenakan ada dua golongan income masyarakat, seperti dijelaskan dibawah ini.
Jika sektor publik ingin dapat bersaing dengan sektor swasta maka mereka harus bisa manjamin kualitas layanan dengan baik, atai jika tidak sasaran mereka untuk pangsa pasar harus lebih dispesifikasi lagi dengan menyasar masyarakat miskin yang memang belum mampu untuk melakukan pelayanan kesehatan dengan kualitas tinggi yang meminta biaya tinggi pada sektor swasta.




The Impact Of Advertising On Consumer Price Sensitivity In Experience Goods Market
Dampak Iklan Dalam Mempengaruhi Sensitivitas Harga
Oleh: Tülin Erdem, Michael P. Keane, dan Baohong Sun
Sensitivitas harga konsumen, yaitu kepekaan relatif dari harga dalam mempengaruhi keputusan pembelian dan kecenderungan untuk mencari dan menemukan harga yang lebih baik (lebih murah) Penelitian yang dilakukan di Chicago dan Atlanta menggunakan 18 merk pada pasta gigi, sikat gigi, deterjen dan saus kecap. Dan hasilnya adalah iklan dapat menyebabkan suatu produk akan semakin dikenal oleh banyak orang.  Ketika tingkat kepercayaan konsumen meningkat (loyalitas) maka terciptalah sebuah brand yang terkenal, sehingga masyarakat akan berusaha terus dan terus memperhitungkan tingkat harga pada produk tersebut. Oleh karena itu, iklan yang dapat mengurangi sensitivitas harga konsumen.
Pada indikator ini sensitivitas harga ditentukan oleh seberapa banyak dan dalamnya informasi yang didapat konsumen mengenai harga dan kualitas yang ditawarkan berbagai produk sejenis yang akan dikonsumsi oleh konsumen. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, konsumen yang memiliki informasi harga dan kualitas yang lebih banyak akan menurunkan tingkat sensitivitas harga seorang konsumen , namun sebaliknya apabila konsumen yang tidak memiliki banyak informasi mengenai harga dan kualitas produk yang akan mereka konsumsi maka hal tersebut dapat   meningkatkan sensitivitas harga seorang konsumen.
Iklan memang dapat mempengaruhi tingkat permintaan suatu barang. Akan tetapi, pengaruh dari iklan tersebut sangat bergantung dari tampilan, kemenarikan, dan seberapa intens iklan tersebut. Dalam kasus ini, peneliti meneliti barang-barang yang elastis, sehingga iklan yang menguntungkan dan lebih berpengaruh pada elastisitas harga adalah iklan yang tidak menurunkan elastisitas permintaan. Hal ini terjadi karena ketika elastisitas harga suatu barang naik, maka permintaan barang tersebut akan turun karena terdapat barang-barang alternatif atau subtitusi lainnya. Sebagai tambahan, keadaan tersebut dapat menyebabkan produsen baru untuk masuk ke dalam pasar. Kesimpulannya, iklan yang menarik konsumen secara ototmatis akan menurunkan sensitivitas harga.

Mata Kuliah Teori Ekonomi 2 - Dr. Prihantoro

Jumat, 03 Februari 2012

Maksimalisasi Profit

Bisnis adalah organisasi yang menghasilkan barang dan jasa, atau biasa disebut juga perusahaan. Bisnis atau perusahaan melakukan kegiatan operasional bertujuan untuk memaksimalkan profit dan dapat mempertahankan kelangsungan hidup perusahaannya. Setiap perusahaan berusaha untuk meraih keuntungan atau memperoleh profit semaksimal mungkin. Hal ini dikarenakan profit yang diperoleh digunakan sebagai modal dalam operasional perusahaan selanjutnya. Profit berkaitan dengan empat faktor yaitu demand (kebutuhan), potensial profit, market (pasar), dan revenue (pendapatan). Keempat faktor ini menunjang terjadinya opportunities (kesempatan).
      Maksimalisasi profit berarti menekankan pada pemanfaatan barang modal secara efisien. Maksimalisasi profit yang perlu diperhatikan adalah:
  • Profit Jangka Pendek atau Profit Jangka Panjang
  • Jumlah Profit atau Tingkat Profit
Profit adalah selisih antara penerimaan total (TR) dan biaya total (TC). Penerimaan total adalah jumlah yang diterima dari penjualan produk (PxQ). Biaya total adalah jumlah dari biaya tetap (FC) dan biaya variabel (VC).
 
Sekarang ini, persaingan antarperusahaan terjadi sangat ketat. Perusahaan harus selalu dapat menghasilkan profit untuk dapat tetap bersaing dan menguasai pasar, serta mempertahankan kelangsungan hidupnya. Perkembangan dunia usaha yang semakin pesat dengan pembangunan teknologi yang semakin maju membawa pengaruh yang besar terhadap produksi yang dihasilkan oleh perusahaan. Untuk memaksimalkan profit yang diperoleh dapat dicapai melalui berbagai macam cara, antara lain melalui efisiensi di semua bidang, seperti produksi, sumber daya manusia, maupun keuangan. Profit yang dihasilkan tidak terlepas dari beberapa faktor antara lain jumlah produk yang dalam hal ini adalah jumlah hasil produksinya, modal, dan total upah tenaga kerja.
Pada dasarnya, semua jenis perusahaan memiliki tujuan yang sama yaitu memaksimalisasi profit. Maksimalisasi profit bukanlah satu-satunya tujuan dalam perusahaan. Ada beberapa jenis perusahaan yang lebih mengambil profit dengan menekan penjualannya (hasil produksinya), ada pula yang memasukan unsur politik di dalam penentuan tingkat produksi yang akan dicapai. Jadi, setiap perusahaan memiliki kriteria tersendiri dalam memaksimumkan profit yang akan diperolehnya. Tetapi tidak disangkal lagi setiap perusahaan memilki target dalam pencapaian keuntungan, dan tidak munafik bagi perusahaan bahkan berupaya memiliki target menaikan laba setinggi-tingginya.
Efisiensi di bidang keuangan memberikan pengaruh pada operasi perusahaan, sehingga akan meningkatkan efisiensi operasional dan efisiensi investasi yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan profit perusahaan. Dengan menghasilkan profit, perusahaan dapat mempertahankan pertumbuhan perusahaannya sehingga dapat bersaing dengan perusahaan lain karena profit tersebut dapat ditanam kembali dan digunakan untuk mempertahankan atau meningkatkan pertumbuhannya.
Sumber:
Mata Kuliah Teori Ekonomi 2 - Dr. Prihantoro